Udara malam ini dingin sekali, andai peluk kukirim dari sini
Ia akan tiba menggigil di pintumu
Sudah saatnya engkau memejamkan mata
Sedang aku yang berjaga, mengawasi dunia dari pelupuk mata
Malam telah memastikan langkah kita terhenti sejenak
Di dalam kesunyian, jiwa merindukan keindahan surga keabadian
Di dalam cahaya-Mu aku mencintai
Di dalam keindahan-Mu aku menulis puisi
Di dalam pemberian-Mu aku bersyukur
Di bawah malam, kukirimkan pesan
Berupa rayuan kepada pujaan
Kali ini kusematkan sungai di katanya
Agar mengalir rasa ini menuju muara-Nya
Sudahkah engkau terima ?
Baca nyawaku di dalamnya
Kata-kata rahasia paling biru, yang kuwarnai menjadi jingga
Untukmu yang pandai membawa cerita
Di batang pohon mangga, meja-meja sekolah
Halaman buku pelajaran, langit malam dan bagian rasi bintang
Namamu ada di mana-mana
Ketika orang-orang menampilkan senyuman
Ceruk manis di pipi kananmu dan sebuah titik hitam di dahi kiri
Semesta memang seperti ini
Meneduhkan hati untuk jiwa-jiwa yang hidup
Ia tumbuh tanpa bantuan keindahan yang nampak
Bukan kondisi dan tampilan
Bukan karena memiliki alasan
Tetapi karena hasrat dan getaran
Berkisah pada jarak yang menjadi semu tanpa temu
menanti waktu, aku dan kamu mengucap rindu
Mungkin jarak kita memang sejauh antartika
Namun yang membuat dekat adalah cinta antarkita
Aku tidak menghalangimu di cintai oleh siapapun
Aku tidak marah jika mereka takjub dengan keindahanmu
Aku tidak menghalangi mereka yang ingin memilikimu
Tapi aku tidak ingin siapapun melukaimu
Juga aku tidak ingin ada yang menginginkan dirimu
Di miliki seperti aku menginginkanmu
Barangkali engkau belum sadar nona
Dari kepingan jarak tempatmu bernyanyi
Pernah ku curi tawa paling bernada milikmu
Yang kala itu temaram berpayung rembulan
Bulan melengkung tersenyum
Pada rindu-rindu yang baru
Yang menanti malam minggu
Untuk segera bertemu
Empat tahun telah mencapai hilir
Terlewati oleh aku meski tanpa engkau dan temu
Semusim mengawal waktu mengalir
Namun hanya engkau yang di bakar rindu
Kita memang punya keinginan
Tetapi keadaan punya kenyataan
Kita adalah pemeran tanpa skenario
Sang Sutradara selalu memberikan kejutan di setiap episode
Begitulah takdir yang di dramakan
Kenangkanlah gumam pertama pertemuan tidak terduga
Di suatu kota, di suatu hari kemarau
Di keasingan rindu, di suatu perjalanan biru
Kenangkanlah bisikan pertama
Risau pertarungan kembara
Rahasia perjanjian sunyi
Kenangkanlah percakapan pertama
Gugusan waktu, nafas dan peristiwa, mungkin hanya angin, daun dan debu
Pesona terakhir nyanyian sajakku
Sajakku tidak pernah menuliskan tentang kepergian
Ia hanya di utus untuk menghapus fana
Tentang bualan dan kehilangan
Di hadapan cinta, kamu selamanya
Aku menulis waktu yang kelewat Jahannam di tubuhku
Detak-detiknya menyiratkan sekian kenangan
Yang ingin di do'akan
Aku menulis kamu yang kelewat rindu di jiwaku
Detak nafasmu menyiratkan sekian jarak
Yang ingin di pertemukan
Untukmu yang setiap malam membuka selimut
Curhat kepada Tuhan-Mu dengan bersujud
Berwudhu dan shalat tahajud
Semoga pertemuan kita terwujud
Do'a-doa yang di Aamiinkan
Tidak pernah Tuhan diamkan
Suatu saat akan Tuhan beri jawaban
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H