Bagi penulis secara pribadi dan juga rekan-rekan nasionalis pengikut ajaran Bung Karno, Rabu tanggal 19 Juli 2017 adalah hari yang sangat baik. Pada hari itu, pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) secara resmi mencabut status badan hukum alias legalitas organisasi kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia dengan berlandaskan atas Perppu Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Ormas Pasal 80A. Dengan demikian, Hizbut Tahrir Indonesia resmi dibubarkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Sikap pemerintah RI di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo yang berani menempuh langkah tegas membubarkan HTI wajib diapresiasi dan didukung penuh, terutama oleh masyarakat yang mengklaim sebagai kaum nasionalis yang cinta tanah air. Bahkan sesungguhnya, langkah tepat pemerintah membubarkan HTI seharusnya sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari ketika ormas tersebut muncul untuk kali pertama di Indonesia pasca tumbangnya rezim Orde Baru pada tahun 1998 silam.
Sejak awal kemunculannya, HTI telah menunjukkan garis ideologi dan sikapnya secara terang-terangan yang anti-Pancasila, anti-Bhinneka Tunggal Ika, dan anti-NKRI. Gagasan mengenai pembentukan Daulah Khilafah Rasyidah Islamiyah alias Negara Islam Transnasional yang diusung oleh HTI sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa mereka memang layak dibubarkan karena berpotensi mengancam integritas persatuan dan kesatuan nasional bangsa Indonesia.
Pemerintah tidak mungkin gegabah ketika memutuskan membubarkan suatu ormas, apalagi yang jelas-jelas membawa semangat dan melakukan berbagai kegiatan yang anti-Pancasila. Sebagaimana yang telah dijelaskan secara detail oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Republik Indonesia Bapak Wiranto, ada tiga alasan utama yang menjadi landasan bagi pemerintah untuk membubarkan ormas HTI, yaitu:
- Sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional;
- Kegiatan yang dilaksanakan oleh HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri-ciri yang berdasarkan atas Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Ormas; dan
- Aktivitas yang dilakukan oleh HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban umum, serta membahayakan keutuhan NKRI.
Tiga alasan yang disampaikan oleh Pak Wiranto di atas memang sepenuhnya benar. Sekarang jawablah melalui hati nurani Anda, apa saja sih peran-peran positif yang telah dilakukan oleh para ustaz dan aktivis HTI selama ini bagi pembangunan nasional bangsa kita? Selama ini, dakwah-dakwah yang disampaikan oleh para ustaz, dai, dan aktivis HTI dalam berbagai kesempatan serta tulisan-tulisan yang dimuat dalam media-media milik HTI seperti Al-Islam, Al-Wa'ie, dan MediaUmmat selalu mengkritik dan menyalahkan apapun yang dilakukan oleh pemerintah.
Mengkritik adalah hal yang lumrah dilakukan dalam alam demokrasi, akan tetapi tentunya wajib disampaikan secara konstruktif. Artinya, bukan hanya kritikan yang dilontarkan, melainkan harus disertai dengan argumen-argumen yang logis dan saran-saran yang bersifat membangun demi kebaikan bangsa, negara, dan masyarakat. Semua kritikan yang dilontarkan oleh HTI memang selalu disertai dengan 'masukan' di akhir dakwah atau tulisan mereka, akan tetapi saran-saran mereka tidak pernah ada yang bersifat membangun dan malah nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Setiap para ustaz dan aktivis HTI mengakhiri dakwah atau tulisannya, saran yang diberikan selalu ajakan kepada umat Islam untuk mendirikan Khilafah beserta dalil-dalil yang menurut mereka menjadi landasan teoretis mengenai kewajiban pembentukan negara Islam transnasional tersebut.
Melalui penyebaran dakwah dan tulisan, HTI berupaya mempromosikan gagasan dan konsepsi mengenai Khilafah dengan cara yang secara fisik mungkin tidak mengancam, akan tetapi secara logis sangat berbahaya, yaitu menggunakan metode ghazwat al-fikr alias perang pemikiran alias proses indoktrinasi! Dengan menggunakan metode ghazwat al-fikr, HTI berusaha menanamkan doktrin-doktrin mereka mengenai konsepsi Khilafah kepada khalayak umum sebanyak-banyaknya, baik melalui ceramah-ceramah di berbagai tempat maupun melalui artikel-artikel di berbagai media.
Sasaran HTI dalam proses indoktrinasi konsepsi Khilafah pun luar biasa, yakni lebih banyak menyasar kaum remaja dan anak-anak muda yang sebagian besar secara emosional masih cukup labil, terutama kaum wanita yang secara psikologis lebih mudah baper alias terbawa perasaan. Apalagi bagi para pemuda yang jiwa nasionalismenya masih rendah dan pemahaman kewarganegaraannya masih minim, mereka dapat dengan mudah terpengaruh oleh doktrin-doktrin konsepsi Khilafah yang sangat bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Lihatlah betapa banyaknya aktivis-aktivis HTI yang menyusup ke berbagai instansi pendidikan untuk menyebarluaskan doktrin-doktrin konsepsi Khilafah!
Para aktivis HTI menyusup ke berbagai sekolah, madrasah, perguruan tinggi, hingga lembaga bimbingan belajar untuk menularkan doktrin-doktrin konsepsi Khilafah kepada para pelajar secara terstruktur, terorganisir, sistematis, dan terselubung. Para aktivis HTI dengan lihainya menyelipkan doktrin-doktrin konsepsi Khilafah di balik berbagai kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah hingga universitas-universitas, seperti kegiatan ekstrakurikuler religius atau kegiatan ROHIS (rohani Islam). Jelas semua itu bukan peran positif yang dilakukan oleh HTI, melainkan peran negatif. Ini semua harus dihentikan demi kebaikan bangsa Indonesia.
Di samping menyebarkan dakwah dan tulisan yang bertujuan mempengaruhi mindset atau pola pikir masyarakat agar mendukung gagasan pembentukan Khilafah, ormas HTI juga sangat aktif melakukan berbagai kegiatan yang sebetulnya tidak lagi terindikasi kuat, akan tetapi bahkan telah terbukti bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri-ciri yang berlandaskan atas Pancasila dan UUD 1945. Anda mau bukti? Silakan telusuri dan simak berbagai rekaman video yang berisi tentang aksi-aksi unjuk rasa atau demonstrasi yang telah dilakukan oleh para aktivis dan kader HTI selama ini. Dalam setiap kesempatan unjuk rasa (HTI menyebutnya sebagai 'Aksi Islam'), para aktivis dan kader HTI tidak hanya gencar menyalahkan apapun kebijakan pemerintah, akan tetapi juga sangat vokal dalam menyuarakan gagasan pembentukan Khilafah Islamiyah.
Dalam setiap aksi demonstrasi yang dilakukan oleh massa ormas HTI, mereka dengan beraninya mengibar-ngibarkan 'bendera Hizbut Tahrir' yang sejatinya adalah panji Nabi Muhammad saw. yang sangat dimuliakan oleh umat Islam, yaitu Al-Raya dan Al-Liwa'. Al-Raya adalah bendera berwarna latar belakang hitam dan bertuliskan kalimat syahadat berwarna putih. Adapun Al-Liwa' adalah bendera berwarna latar belakang putih dan bertuliskan kalimat syahadat berwarna hitam. Meskipun Al-Raya dan Al-Liwa' adalah bendera yang melambangkan panji Rasulullah saw., akan tetapi karena sudah terlanjur dipolitisasi oleh Hizbut Tahrir untuk menunjukkan eksistensi mereka, jadilah keduanya acapkali disebut sebagai 'bendera HTI'.