Setelah membaca salah satu artikel di harian Kompas hari ini berjudul Perlu, Ketahanan Telekomunikasi, penulis menjadi terperangah akan fakta yang dibeberkan. Dari sekian operator telekomunikasi yang berbisnis di negeri ini, hanya satu yang masih dalam penguasaan perusahaan dalam negeri, sisanya dikuasai asing. Nampaknya bila kita kupas dari sisi kemandirian telekomunikasi, memang benar isi artikel yang disampaikan. Dari sisi ketahanan nasional, penulis nilai kondisi ketimpangan ini sangat parah!
Kedaulatan negeri tidak hanya sebatas persoalan teritorial yang harus dijaga oleh alat negara dan warga negara. Kini, media telekomunikasi yang menjadi kebutuhan hajat hidup orang banyak pun harusnya dikelola dengan baik oleh putera-puteri anak negeri secara mandiri. Prasarana telekomunikasi menjadi salah satu sarana alat pertahanan negara, terlebih lagi dalam keadaan darurat. Kepemilikan asing, meski dalam kertas tetap berada dalam koridor hukum negeri ini, menyebabkan keleluasaan pengelolaan sarana-sarana tersebut akan sangat terbatas, sebab terkait dengan norma-norma bisnis yang umum berlaku.
Sudah tidak zamannya lagi, Indonesia hanya mengandalkan pendapatan dari pajak. Sumber-sumber langsung kegiatan usaha pun perlu untuk membiayai pembangunan. Dengan mayoritas kepemilikan asing, suatu badan usaha akan 'melarikan' keuntungan dari operasi bisnisnya ke negara asal. Kapital itu tidak untuk dipakai memutar roda perekonomian negeri ini lebih cepat dan merata.
Penulis mendukung wacana upaya buy back yang disuarakan oleh menteri BUMN. Ayo, kita dukung upaya ini supaya kemanfaatan sektor telekomunikasi bisa dirasakan sebesar-besarnya warga untuk kemakmuran bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H