Ilustrasi-Jalan TOL/Kompasiana (KOMPAS Images/Roderick Adrian Mozes)
Meski bukan warga Jakarta, tapi kala menghadiri pertemuan bisnis ke Jakarta hampir selalu dipastikan penulis melewati Tol Dalam Kota. Tak bisa dipungkiri, tiap kali akan memasuki pintu Tol Halim, antrian pasti sangaaaaat panjang. Apalagi di hari Senin dan Jumat, ampun dah! Jelang sore-malam juga tidak ada bedanya. Katanya 'bebas hambatan', tapi padat merayap? Untung penulis tidak tiap hari terkena 'efek pakem ritual' jalan Tol Dalam Kota Jakarta. Lalu bagaimana dengan yang harus 'meritualinya' sehari-hari? Hmmm....
Sempat terpikir, bagaimana seandainya jalan Tol Dalam Kota dijadikan jalur kereta khusus saja? Jadi, benar-benar semua lajur badan jalan dirombak menjadi lajur kereta khusus. Wow! Dengan beberapa stasiun khusus yang dibangun di samping kanan dan kiri yang mirip halte busway, dijamin jalan Tol Dalam Kota akan sungguh benar - benar merdeka dari ritualnya yang sampai detik ini masih berlanjut.
Lalu dikemanakan mobil-mobil yang selama ini turut menjalani 'ritual Tol Dalam Kota'? Mudah! Buat gedung area parkir di dekat stasiun kereta paling ujung, kenakan tarif yang lebih bersahabat dari tarif Tol Dalam Kota (dan tidak perlu naik tarifnya tiap tahun). Nanti, para komuter tinggal memarkir mobilnya di gedung area parkir, selanjutnya naik kereta khusus menyusuri jalan Tol Dalam Kota. Jasa Marga tentu akan tetap senang, sumber pendapatannya tidak terganggu. Justru pendapatannya akan bertambah dari layanan parkir, kereta khusus serta layanan tambahan lain yang tercipta.
Atau bisa jadi muncul entitas bisnis baru, sebagai pengelola gedung area parkir, sebagai pengelola kereta khusus, serta layanan lain, sedangkan Jasa Marga sendiri tetap fokus 'memelihara' kelaikan Tol Dalam Kota. Terlepas dari semua itu, siapa pun nanti yang mengelola bisnisnya, penulis harap pengguna jalan Tol Dalam Kota 'merasakan kemerdekaan dari penjajahan ritual' yang sebenarnya tidak perlu terjadi selama ini. Yah, kalaupun tidak mau investasi infrastruktur baru berupa kereta dan lajurnya, alternatif gaya 'bus-sambung' mirip armada busway yang baru pun bisa diterapkan. Kalau perlu busnya sambung menyambung 3-5 armada. Wuiih! Toh, jalan Tol Dalam Kota tidak memiliki belokan tajam. Yang penting sekali angkut banyak penumpang. Bagaimana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H