Mohon tunggu...
Haryo Indrasmoro
Haryo Indrasmoro Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya manusia yang memiliki keinginan melangit mengangkasa raya, memiliki blog pribadi di http://lalangit.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ramadhan, Redefinisi Gaya Hidup

6 Agustus 2011   09:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:02 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semestinya dengan momen Ramadhan, kita bisa menengok dan mengamati gaya hidup yang kita pilih selama ini. Momen ini sungguh berarti untuk meredefinisi pola-pola keseharian yang mungkin bagi kita sendiri jarang atau bahkan tidak pernah kita interospeksi, entah alasan memang sudah dari dulunya kebiasaan kita seperti ini atau sibuk. Ramadhan 'memaksa ' kita untuk meredefinisi 'wajah' kita.

Gaya hidup instan yang sangat lekat dengan kehidupan urban sangat terasa dasawarsa ini. Kemudahan-kemudahan teknologi, keinginan-keinginan instan spontan yang sepertinya harus kita turuti, memaksa kita 'memakan' apa saja yang tampak indah di mata dan manis dirasa.

Salah satu gaya hidup yang perlu kita redefinisi dengan momen Ramadhan ialah pola makan. Gaya hidup urban identik dengan makanan dan pola makan instan. Entah karena padatnya aktivitas sampai 'delay-delay' yang tidak perlu seperti kemacetan kota, sering menyebabkan kita tidak disiplin dalam hal yang satu ini. Akibatnya, sistem pencernaan kita terganggu, maag kita 'meronta'.

Dalam artikel Sakit Maag, Puasa Sembuh Men!, Prof. Made Astawan menulis perihal puasa dan keterkaitannya dengan 'derita' akibat gaya hidup urban instan, yakni keluhan maag. Apabila kita cermati dalam tulisan tersebut, seakan profesor mengatakan bahwa keluhan maag bisa diredefinisi (baca: disembuhkan) dengan berpuasa Ramadhan. Redefinisi ini diperlukan agar kita diharapkan kembali 'fitri' (baca: sembuh) supaya kehidupan dan aktivitas kita menjadi seimbang kembali. Bukankah keseimbagan untuk berada ditengah itu menenangkan?

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun