“The significant problems we face today cannot be solved at the same level of thinking we were at when we created them.” (Albert Einstein)
“I’ve been in this business 36 years, I’ve learned a lot – and most of it doesn’t apply anymore.” (Charles Exley, then Chairman, NCR Corporation, in Wall Street Journal, June 20, 1990)
Sejarah manusia mencatat transformasi yang terjadi terus-menerus dalam berbagai bidang, misalnya pandangan terhadap dunia itu sendiri, nilai-nilai dasar yang dianut, struktur-struktur ekonomi, sosial dan politik, seni-budaya, lembaga-lembaga kunci dlsb. Orang-orang yang dilahirkan pada hari ini kiranya tidak dapat membayangkan dunia ketika nenek-kakek mereka dilahirkan. Tidak ada sesuatu pun yang dapat diprediksi dalam arti kata sesungguhnya. “The only truly predictable thing right now is unpredictability”, tulis seorang pakar bidang kepemimpinan, Warren Bennis (Leading Change: The Leader as the Chief Transformation Officer, dalam John Renesch (Editor), LEADERSHIP in a NEW ERA, San Francisco: NewLeadersPress, 1994, hal. 103.
Kekuatan-kekuatan yang mendorong proses transformasi ada banyak sekali dan juga bervariasi, salah satunya adalah teknologi. Kita memang dapat mengatakan bahwa satu-satunya yang pasti dalam dunia ini adalah ketidakpastian! Agar organisasi (di bidang apa pun) dapat survive dalam menghadapi berbagai perubahan ini, maka dibutuhkan kepemimpinan tranformasional (secara implisit artinya juga visioner) guna memimpin organisasinya dengan efektif, yang akan memecahkan masalah pada tingkat pemikiran yang cocok, bukan tingkat pemikiran pada waktu masalah itu diciptakan (lihat petikan dari Albert Einstein di atas).
Baik kepemimpinan transformasional maupun kepemimpinan kharismatis secara inheren berorientasi pada masa depan, ...... jadi berurusan dengan perubahan. Seorang pemimpin transformasional mempersepsikan adanya perbedaan-perbedaan yang bersifat fundamental antara cara-cara yang berlaku sekarang dan cara-cara yang seharusnya diberlakukan. Ia melihat adanya berbagai kekurangan dari tatanan yang berlaku sekarang dan menawarkan suatu visi yang bersifat imajinatif untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut.
Tujuan utama tulisan ini adalah untuk melengkapi tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Kepemimpinan Transformasional [Transformational Leadership]” (Kompasiana, tanggal 31 Maret 2014), teristimewa untuk menjelaskan seperlunya aspek pentingnya suatu visi. Tulisan ini juga merupakan bagian tak terpisahkan dari tulisan saya yang berjudul “Peranan Visi dalam Kepemimpinan” (Kompasiana, tanggal 31 Desember 2013). Konteks tulisan ini adalah organisasi dalam dunia bisnis, namun banyak hal “valid” juga dalam hal organisasi di bidang-bidang lainnya.
Pemimpin transformasional pasti adalah pemimpin kharismatis, namun seorang pemimpin kharismatis belum tentu merupakan seorang pemimpin transformasional. Dalam tulisan ini – kalau tidak dijelaskan secara khusus – , maka yang saya maksudkan dengan pemimpin adalah pemimpin transformasional.
BEBERAPA ASPEK VISI YANG PENTING UNTUK DIPERHATIKAN
R.L. Hughes, R.C. Ginnet & G.J. Curphy (LEADERSHIP – Enhancing The Lessons Of Experience, International Edition, McGraw-Hill Irwin, 2002, hal. 407-408) berpendapat bahwa ada beberapa aspek dari “visi” yang pantas untuk diperhatikan dan dieloborasikan lebih lanjut. Pendapat mereka ini didasarkan pada beberapa studi/tulisan dari sejumlah pakar dalam bidang kepemimpinan:
1. Visi tidak terbatas pada gerakan-gerakan sosial besar; para pemimpin dapat menggunakan visi untuk bantu mendorong perubahan dan kinerja organisasi jenis apa saja atau pada tingkat organisasi yang mana saja.
2. Visi tentang masa depan dari sang pemimpin seringkali merupakan usaha kerja sama (kolaboratif); genius dari sang pemimpin dalam hal ini adalah kemampuannya untuk melakukan sintesa atas isu-isu dan masalah-masalah yang kelihatan tidak sama, kemudian mengembangkan suatu visi yang mengikat segala hal ini secara bersama-sama. Paradoksnya adalah, bahwa keajaiban dari visi seorang pemimpin seringkali adalah bahwa semakin kompleks persoalannya, semakin banyak orang pula yang ditarik untuk mencari serta mencapai solusi-solusi yang simplistis.
3. Nilai-nilai memainkan suatu peranan kunci dalam visi sang pemimpin, dan melayani sebagai sebuah pedoman moral untuk menyelaraskan tindakan-tindakan sang pemimpin dan para pengikutnya dengan inisiatif-inisiatif perubahan. Dalam hal ini kita dapat melihat perbedaan antara pemimpin transformasional dan pemimpin yang sekadar kharismatis, yaitu bahwa seorang pemimpin transformasional membangun suatu misi berdasarkan nilai-nilai yang dianut para pengikutnya, sementara visi seorang pemimpin kharismatis adalah didasarkan pada nilai-nilainya sendiri.
4. Visi sang pemimpin menolong para pengikutnya untuk menafsirkan peristiwa-peristiwa dan tindakan-tindakan berdasarkan kerangka perseptual yang sama.
5. Visi sang pemimpin mempunyai efek yang menstimulir dan mempersatukan para pengikutnya, Kelompok-kelompok kerja atau organisasi-organisasi tanpa visi dapat digambarkan sebagai sebuah anak panah besar yang berisikan anak-anak panah kecil yang arahnya ke mana-mana, artinya ke sana ke mari secara tak teratur. Sebaliknya kelompok-kelompok kerja atau organisasi-organisasi yang mempunyai visi dapat digambarkan sebagai sebuah anak anak panah besar yang berisikan anak-anak panah kecil yang arahnya sama dan teratur. Hal yang disebutkan belakangan ini akan sangat mendorong perubahan organisasi dan tingkat kinerja yang lebih tinggi dari para pengikut.
VISI
Visi dan Mimpi. “A leader has the vision and conviction that a dream can be achieved. He inspires the power and energy to let it done” (Ralph Lauren).
Masih ingatkah anda akan pidato dari seorang pemimpin transformasional par excellence, Dr. Martin Luther King, Jr. yang berjudul “I have a Dream”? Berikut ini adalah sebagian dari pidatonya:
This will be the day when all of God’s children will be able to sing with new meaning – “my country ‘tis of thee, sweet land of liberty, of thee I sing; land where my fathers died, land of the pilgrim’s pride; from every mountain side, let freedom ring” – and if America is to be a great nation, this must become true. So let freedom ring from the prodigious hilltops of New Hampshire. Let freedom ring from the mighty mountains of New York. Let freedom ring from the curvaceous slopes of California. But not only that. Let freedom ring from Stone Mountain of Georgia. Let freedom ring from Lookout Mountain of Tennessee. Let freedom ring from every hill and molehill of Mississippi, from every mountainside, let freedom ring. And when we allow freedom to ring, when we let it ring from every village and every hamlet, from every state and every city, we will be able to speed up that day when all of God’s children – Black and White men, Jews and Gentiles, Protestants and Catholics – will be able to join hands and to sing in the words of the old Negro spiritual: “Free at last, free at last; that God Almighty, we are free at last.” (Source: “I have a Dream” speech).
Singkatnya, ini adalah sebuah impian seorang anak bangsa yang menderita karena ketidakadilan, diperlakukan secara diskriminatif, ...... sebuah impian akan kebebasan dan kesetaraan, ...... sebuah visi dari suatu masa depan negerinya yang jauh lebih baik bagi generasi-generasi selanjutnya. Pemimpin ini mati dibunuh oleh orang yang mati-matian ingin mempertahankan status-quo, walaupun sikap dan perilaku mereka terhadap kaum minoritas bertentangan dengan cita-cita founding fathers dan konstitusi negara mereka.
Sekarang, marilah kita renungkan juga “Catatan Kebangkitan Kita” dari seorang anak bangsa yang bernama Joko Widodo, pada Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 2014:
Untuk maju, kita harus bangkit
Bangkit dari diam untuk bergerak
Bangkit agar kita berdaya
Bangkit karena kita percaya
Cukup sudah kita menunggu
Sekarang saatnya bangkit dalam satu ikatan
Menuju satu tujuan sebagai bangsa pemenang
(Media Indonesia, Kamis, 22 Mei 2014, hal. 1)
Ini merupakan hasil permenungan mendalam seorang anak bangsa – seorang “pemimpin transformasional” yang telah membuktikan dirinya berhasil dalam birokrasi pemerintahan pada tingkatan yang berbeda-beda – akan “urgensi” keadaan bangsa kita dewasa ini yang memerlukan perubahan serius, dan tentunya juga dapat dinilai sebagai sebuah impian sekaligus ajakan untuk mewujudkan perbaikan di masa depan. Lihatlah, ada unsur perubahan atau transformasi dalam “catatan singkat” di atas.
Permenungan ini secara implisit memuat visi pribadi sang capres yang dalam kesempatan lain tentunya diungkapkan secara resmi dalam pernyataan visi & misi tertulis, dan semoga tentunya tidak sekadar menjadi penghias dinding ruang kantor.
Visi dan Misi. Saya hampir selalu akan menyebut “visi” tanpa diikuti dengan kata “misi”, karena yang terpenting adalah “visi” itu, dan dari “mimpi” inilah sang pemimpin menyusun “misi” untuk mewujudkan “visi” tersebut. Untuk mengatakan bahwa sebuah organisasi mempunyai misi adalah menyatakan tujuan organisasi tersebut, bukan arahannya. Misalnya, misi seorang petani tidak berubah selama ribuan tahun, yaitu menghasilkan bahan makanan dan membawanya ke dalam pasar pada tingkat harga yang dapat menutup biaya produksi yang telah dikeluarkannya, dan pada saat yang sama menyediakan standar hidup yang dapat diterima (atau laba) bagi sang petani. Akan tetapi, seorang petani tertentu mungkin mempunyai visi untuk mewariskan kepada anak-anaknya sebuah lahan pertanian yang luasnya dua kali lipat dari tanahnya sekarang, atau seorang petani yang lain bermimpi untuk menjadi perintis dalam bidang pertanian sayur-mayur organik.
Visi dan misi diungkapkan dengan tidak terlalu detil, namun seharusnya sudah menanggapi secara positif aspirasi-aspirasi, kebutuhan-kebutuhan dan ekspektasi-ekspektasi dari konstituen, yaitu mereka yang akan dipimpinnya kelak. Perencanaan dan program kerja dsb. adalah fungsi manajemen, bukan kepemimpinan. Jadi, tugas dari tim-kerja dari sang pemimpin, yang Insya Allah terdiri dari para manajer (dan calon-calon pemimpin yang akan datang) yang profesional dan tentunya memiliki kompetensi di bidang masing-masing. Jadi, banyak komentar dari para pengamat sehubungan dengan proses pemilihan calonpres/cawapres seringkali tidak mengenai sasaran kalau mereka berbicara tentang visi & misi yang sangat mendetil.
Kekuatan Visi. Kita tidak boleh menganggap remeh kuat-kuasa sebuah visi. Pendiri McDonald’s, Ray Kroc, menggambarkan kerajaan hamburgernya sebelum kerajaan itu sendiri eksis, dan Ray Kroc tahu bagaimana caranya untuk dapat sampai ke sana. Dia menciptakan motto perusahaan – “Quality, service, cleanliness and values” – dan terus mengulang-ulanginya kepada para karyawati-karyawannya sampai akhir hayatnya. Demikian pula visi dari Walt Disney tentang sebuah amusement park yang baru (lihat tulisan saya yang berjudul “Kepemimpinan dan Manajemen dalam Praktek Bisnis di Disney, Kompasiana tanggal 16 Februari 2014). Visi Henry Ford tentang mobil yang dapat dibeli oleh banyak orang; juga visi Steve Job tentang desktop computer untuk penggunaan pribadi merupakan ide-ide yang sungguh mempunyai kekuatan sehingga menarik investasi dan juga orang-orang yang kreatif untuk mewujudkan visi tersebut.
Visi dan Masa Depan. “Vision always deals with the future. Indeed, vision is where tomorrow begins, for it expresses what you and others who share the vision will be working hard to create” (Burt Nanus).
Visi memang senantiasa berurusan dengan masa depan. Karena sebagian besar orang tidak mengambil waktu untuk berpikir secara sistematis tentang masa depan, maka mereka yang sungguh memikirkannya – dan mereka mendasarkan strategi-strategi dan tindakan-tindakan mereka berdasarkan visi mereka – mempunyai kuat-kuasa untuk membentuk masa depan. Renungkanlah mengapa pribadi-pribadi seperti Musa, Plato, Yesus dlsb. yang hidup ribuan tahun lalu mempunyai pengaruh yang begitu kuat terhadap kehidupan generasi-generasi selanjutnya.
Suatu visi sebenarnya adalah suatu ide atau suatu gambaran dari masa depan yang lebih dihasrati untuk organisasi, apakah organisasi itu sebuah perusahaan, masyarakat luas, bahkan pemerintah dari sebuah negara. Namun visi yang benar (tidak ngawur) adalah suatu ide yang begitu memberi energi sehingga mampu mengumpulkan keterampilan-keterampilan, talenta-talenta dan berbagai sumber daya untuk mewujudkan visi tersebut. Yang dimaksudkan dengan visi yang tidak ngawur adalah jika visi itu merupakan masa depan yang realistis, kredibel dan menarik dari organisasi tersebut.
Visi yang baik dan karakteristik-karakteristiknya. Suatu visi dengan daya kekuatan yang dapat membuat transformasi dalam organisasi bersangkutan memiliki beberapa karakteristik: (1) visi itu layak untuk organisasi bersangkutan dan pantas untuk masa bersangkutan. Visi itu cocok bilamana dikaitkan dengan sejarah organisasi, budaya organisasi dan nilai-nilai yang dianut dan konsisten dengan situasi terkini dari organisasi; (2) visi itu menentukan standar-standar keunggulan dan mencerminkan cita-cita tinggi; (3) visi itu mengklarifikasi tujuan dan arahan; (4) visi itu menginspirasikan entusiasme (kegairahan) dan mendorong komitmen siapa saja yang terlibat dalam organisasi; (5) visi itu diartikulasikan dengan baik dan mudah dipahami; (6) visi itu mencerminkan keunikan organisasi; (7) visi itu ambisius, meluaskan horison organisasi. Visi yang memiliki karakteristik-karakteristik ini menantang dan memberi inspirasi kepada orang-orang dalam organisasi dan membantu menyelaraskan energi-energi dalam suatu arah yang sama. (B. Nanus, Visionary Leadership, San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1992, hal. 28-30).
Sebagai catatan, saya sampaikan di sini bahwa walaupun visi adalah mengenai masa depan, itu bukanlah suatu nubuatan, apalagi ramalan. Suatu visi tidaklah faktual dan mungkin saja tidak diwujudkan sesuai gambaran awal. Visi juga bukan masalah betul atau salah. Visi hanya dapat dievaluasi secara relatif dengan arahan-arahan lain dari organisasi yang dimungkinkan. Suatu visi juga tidak bersifat statis dan tidak dapat berubah sepanjang masa. Terakhir, suatu misi bukan batasan-batasan terhadap tindakan-tindakan, kecuali hal-hal yang tidak konsisten dengan visi itu sendiri.
CATATAN PENUTUP
Urgensi dan tim yang kuat memang perlu, namun tidak cukup untuk mewujudkan perubahan-perubahan besar. Pengalaman menunjukkan bahwa dari berbagai unsur yang selalu ditemukan dalam transformasi organisasi yang berhasil, tidak ada yang lebih penting daripada suatu visi yang masuk akal.
Visi memainkan suatu peranan dalam menghasilkan perubahan yang berguna bagi organisasi, yaitu dalam mengarahkan, menyelaraskan, dan menginspirasikan tindakan-tindakan orang banyak yang terlibat. Tanpa suatu visi yang “pas”, suatu upaya untuk melakukan transformasi dengan mudah dapat menjadi berantakan, tak-tentu arah, membingungkan dan merupakan proyek yang membuang-buang waktu, pemikiran, tenaga dan tentunya biaya.
Suatu visi tidak banyak bedanya dengan sebuah mimpi sampai visi itu secara luas disyeringkan dengan orang banyak dan diterima oleh mereka. Hanya pada tingkatan itulah, maka visi tersebut benar-benar memiliki kekuatan yang diperlukan untuk mewujudkan transformasi dalam sebuah organisasi dan menggerakkannya ke arah yang dicita-citakan. Inilah tugas sang pemimpin sebagaimana dikatakan oleh David Gergen: “A leader’s role is to raise people’s aspiration for what they can become and to release their energies so they will try to get there.”Semoga tulisan ini bermanfaat bagi orang-orang muda Indonesia yang beraspirasi untuk menjadi pemimpin yang baik di masa depan.
Jakarta, 2 Juni 2014
Frans Indrapradja
http://developingsuperleaders.wordpress.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H