Mohon tunggu...
Drs. Tiardja Indrapradja
Drs. Tiardja Indrapradja Mohon Tunggu... Wiraswasta - pensiunan

Seorang ayah dengan lima orang anak yang sudah dewasa [Puteri sulung saya telah meninggal pada tahun 2016 karena penyakit kanker]. Lulusan FEUI, dan pernah mengajar di FISIP UI 1977-akhir abad ke-20 sebagai dosen luarbiasa di jurusan administrasi [niaga]. Sekarang menangani empat situs/blog dalam hal evangelisasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Salam Tiga Jari !!!

24 Juli 2014   04:53 Diperbarui: 4 Desember 2015   15:56 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemarin malam, di Pelabuhan Sunda Kelapa. Jokowi dan Jusuf Kalla datang ke Pelabuhan  Sunda Kelapa beberapa saat setelah mereka berdua ditetapkan oleh KPU sebagai Presiden terpilih dan Wakil Presiden terpilih, masa bakti 2014-2019 dengan kemenangan sebesar 70.997.833 suara atau 53,15% ketimbang 62.576.444 suara atau 46,85% dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Jokowi mengucapkan pidato kemenangan pasangan mereka sambil berdiri di sebuah kapal phinisi yang dinamai “KLM Hati Buana Setia”. “Upacara” deklarasi kemenangan ini diselenggarakan dalam suasana sederhana, namun khidmat.

Pelabuhan Sunda Kelapa dipilih oleh Jokowi sebagai lokasi penyampaian pidato kemenangan karena salah satu visi-misi Jokowi adalah untuk Indonesia menjadi poros maritim dunia.

Pidato Jokowi yang berjudul “Saatnya bergerak Bersama” dibacakannya dengan mantap untuk sekitar 10 menit. Ada beberapa pokok penting yang dapat kita lihat dan renungkan dari pidato Jokowi tersebut:

1. Di awal pidatonya, Jokowi mengucapkan terimakasih kepada Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa yang disapanya sebagai sahabat dalam berkompetisi politik.

2. Jokowi menyebutkan bahwa kemenangan dalam Pilpres 2014 ini adalah kemenangan seluruh rakyat Indonesia yang akan melapangkan jalan Indonesia untuk berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

3. Jokowi menyerukan agar masyarakat Indonesia menjalin kembali kebersamaan, setelah beberapa bulan terakhir masyarakat seakan terpisah karena ada perbedaan terkait pilihan politik. Inilah saatnya bergerak bersama. Petani kembali ke sawah, nelayan kembali kembali ke laut, pedagang kembali ke pasar, buruh ke pabrik, karyawan ke kantor.

4. Jokowi berseru agar rakyat memulihkan kembali hubungan keluarga dengan keluarga, tetangga dengan tetangga, serta teman dengan teman yang sempat renggang. Jokowi menyerukan, agar masyarakat melupakan nomor 1, melupakan nomor 2 dan mulai dengan salam 3 jari: Indonesia Raya: Kita kembali ke Indonesia bersatu: “Kita kuat karena bersatu, dan kita bersatu karena kita kuat!”

5. Jokowi mengajak semua rakyat untuk kembali ke takdir sejarah bahwa kita adalah bangsa yang  satu, bangsa Indonesia. Indonesia juga harus membuktikan kepada bangsa lain bahwa politik itu memiliki unsur kegembiraan, ada juga kebajikan. Politik juga merupakan suatu pembebasan.

6. Pilpres 2014 memunculkan optimisme baru, jiwa yang merdeka. Kesukarelaan yang telah mati suri kini hadir kembali. Pesta demokrasi ini juga telah membawa politik ke fase baru, sebagai peristiwa kebudayaan. Semangat kegotongan-royongan relawan yang nyata, dari para seniman sampai pengayuh becak.

Selama beberapa bulan terakhir kita telah menyaksikan drama Pilpres 2014 yang berlangsung dalam skala nasional, berbagai bentuk kampanye, dari yang elegan sampai yang hitam pekat; begitu sering digunakannya ungkapan “demi kesejahteraan rakyat”, “demi rakyat” dan sejenisnya; pembohongan dalam artiannya yang luas; entusiasme dan spontanitas dukungan rakyat yang kemudian diwujudkan dalam peningkatan jumlah pemilih secara signifikan; semakin kritisnya rakyat baik dalam pemikiran, sikap maupun perilaku; pembentukan kelompok-kelompok sukarelawan tanpa mobilisasi dengan berbagai macam kegiatan yang memiliki unsur-unsur kreativitas yang membanggakan; peragaan gaya kepemimpinan yang saling berbeda dari para capres dan cawapres; perbedaan dalam gaya berkomunikasi dalam debat umum capres dan/atau cawapres yang diselenggarakan beberapa kali; dan tentunya banyak hal lain yang luput tercatat di sini.

Pemilihan tempat untuk pidato kemenangan merupakan simbolisme penuh makna. Dan beberapa pokok yang dikemukakan dalam pidato Jokowi menunjukkan konsistensi, teristimewa dalam hal sikap dan perilaku para negarawan sejati. Supaya hal ini akan berkelanjutan, diperlukan komitmen serius dari para pemimpin terpilih. Dalam hal ini semua warga negara Indonesia berkewajiban mendukung namun pada saat yang sama melakukan pengawalan sesuai posisi masing-masing dalam masyarakat.

Catatan Penutup

Sebagai penutup tulisan ini, marilah kita renungkan lagi “Catatan Kebangkitan Kita” dari  Jokowi pada Hari Kebangkitan Nasional, tanggal 20 Mei 2014:

Untuk maju, kita harus bangkit

Bangkit dari diam untuk bergerak

Bangkit agar kita berdaya

Bangkit karena kita percaya

Cukup sudah kita menunggu

Sekarang saatnya bangkit dalam satu ikatan

Menuju satu tujuan sebagai bangsa pemenang

(Media Indonesia, Kamis, 22 Mei 2014, hal. 1)

Perubahan yang dicita-citakan oleh Jokowi dan Jusuf Kalla memang membutuhkan revolusi mental. Dan revolusi mental tersebut harus dimulai dari diri kita masing-masing. Marilah dengan hati yang terbuka kita menyambut babak baru dalam sejarah kita berbangsa dan bernegara.

Salam tiga jari!

Jakarta, 23 Juli 2014

Frans Indrapradja

http://developingsuperleaders.wordpress.com

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun