Seorang junior saat kuliah di Malang kini memilih menetap di Bali dalam jangka waktu cukup lama. Dirinya memposting keluh kesah di sosial media tentang adanya oknum yang memberlakukan double standar pelayanan di salah satu restoran di Bali.Â
Junior saya mengalami perlakuan berbeda saat berkunjung ke sebuah restoran. Pelayan menunjukan sikap kurang ramah bahkan bersikap ketus saat ia menanyakan suatu hal. Justru kesan berbeda ketika pengunjung WNA datang ke restoran tersebut.Â
Sejak awal datang sudah disambut hangat bahkan setiap pertanyaan dijelaskan secara detail dan penuh senyuman. Wajar jika akhirnya junior saya ini merasakan double standard pelayanan yang tanpa sadar terjadi di restoran tersebut.Â
Sama-sama pengunjung, sama-sama menghabiskan uang untuk kepuasan di restoran namun mengapa pelayanan ke tamu asing justru lebih spesial.Â
Sebenarnya fenomena ini tidak terjadi di semua tempat di Bali. Namun memang kerap teejadi tanpa disadari. Sebenarnya manajemen tidak memberlakukan pelayanan berbeda namun double standard terjadi oleh pekerja di lapangan.Â
Saya pernah membaca postingan di salah satu grup Facebook. Postingan dari salah seorang wisatawan nusantara yang tengah berlibur di Bali. Ketika dirinya hendak menyewa motor, banyak pemilik rental mengatakan tidak tersedia unit. Namun ketika bule yang ingin menyewa, pemilik rental berusaha untuk mencarikan unit.Â
Saya merasa ada 3 hal utama mengapa di lapangan kerap ada standar pelayanan ganda yang menjadi pekerjaan pumah (pr) bagi pelaku usaha di Bali.Â
# WNA Dikenal Lebih Royal
Penilaian ini pernah terlontar oleh kerabat dan beberapa pelaku usaha secara langsung. Bahkan banyak agen perjalanan wisata yang memfokuskan dalam wisatawan asing dibandingkan lokal.Â