Tim sepak bola putri memang ada?Â
Mungkin ada pembaca yang bertanya-tanya seperti ini. Awalnya pun saya juga mempertanyakan hal ini sampai saya bertemu dengan Ibu Esti Puji Lestari yang sempat menjabat Presiden Klub Persijap Jepara dan Persijap Kartini, tim sepak bola profesional di Jepara.Â
Rasa kagum juga dengan sosok beliau karena menunjukkan bahwa wanita pun bisa mengelola klub sepak bola yang notabanenya identik dengan olahraga untuk kalangan laki-laki. Bahkan hadirnya Persijap Kartini yang berisikan pemain putri mendobrak pandangan masyarakat tanah air bahwa wanita pun bisa berkancah di ajang sepak bola.Â
Jika mengutip dari beragam sumber, sebenarnya di beberapa negara di luar Indonesia, tim sepak bola putri dibina secara profesional bahkan mampu memperoleh prestasi membanggakan di kancah internasional.Â
Pada kancah Olimpiade Musim Panas 2020 yang dilaksanakan di Jepang kemarin pun ikut mempertandingkan sepak bola putri. Sepak bola putri Kanada berhasil keluar sebagai pemenang dan disusul Swedia sebagai runner up, Amerika Serikat di urutan ketiga dan Australia di urutan keempat.Â
Secara khusus, klub sepak bola putri banyak yang masih dalam asuhan manajemen klub sepak bola laki-laki. Sebut saja klub besar seperti Paris Saint-Germain (Prancis), Bayern Munchen, dan Barcelona pun memiliki klub khusus wanita.
Di Indonesia sebenarnya sudah ada klub bola yang sengaja dibentuk untuk menjadi wadah atlet sepak bola putri. Sebut saja Arema Putri, Persija Putri, Persikabo Kartini ataupun Persebaya Putri. Namun tidak menapik bahwa ada beragam tantangan yang dihadapi atlet sepak bola putri di tanah air.
# Stigma Sepak Bola sebagai Aktivitas Maskulin
Saya ingat saat kecil punya teman cewek yang suka ikut bermain sepak bola dengan teman laki-laki. Ketika sore bermain di lapangan dan menunjukan keterampilan menggiring dan menendang bola.Â