Sebuah topik pembicaraan sederhana disampaikan seorang dosen kajian pariwisata. Saat ini Bali lebih butuh mana kuantitas atau kualitas wisatawan?Â
Topik sederhana namun mampu membuat beberapa orang berdiskusi dan menyampaikan pendapat masing-masing. Saya pun tertarik dengan topik ini dengan melihat beragam fenomena dan kondisi pariwisata saat ini.Â
Bali telah dikenal sebagai destinasi wisata kelas internasional. Jumlah wisatawan nusantara dan asing pun tergolong tinggi. Mengutip dari salah satu portal berita, jumlah wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara selama 2022, baik itu dari Bandara I Gusti Ngurah Rai, Pelabuhan Gilimanuk dan Padang Bai berkisar 10.940.928 (Sumber klik di sini).
Tingginya jumlah kunjungan wisatawan ke Bali menjadi penggerak perekonomian masyarakat Bali. Hadirnya beragam fasilitas pendukung pariwisata seperti hotel, restoran, cafe, agen perjalanan wisata, penyewaan kendaraan dan sebagainya.Â
Ketika bertanya kembali, Bali lebih membutuhkan kuantitas atau kualitas wisatawan saat ini?Â
Kuantitas maupun kualitas wisatawan memang perlu dikaji secara mendalam. Jika kita berfokus pada kuantitas wisatawan maka akan banyak sektor yang ikut terkena dampak. Ini karena jumlah wisatawan yang tinggi akan mampu menyentuh sektor usaha kecil.Â
Contoh pelaku usaha homestay atau warung makan kecil bisa ikut terdampak. Banyak wisatawan yang low budget memilih memanfaatkan akomodasi murah atau berbaur dengan kegiatan masyarakat. Homestay dan rumah makan menjadi pilihan dibandingkan hotel berbintang ataupun restoran.Â
Namun mengejar kuantitas maka harus siap menghadapi risiko tersendiri. Tingginya jumlah kunjungan khususnya wisatawan low budget kerap menimbulkan masalah baru. Banyak wisatawan nusantara atau asing kehabisan dana saat berwisata ke Bali.Â
Ada yang harus berjualan, bekerja serabutan, tidur di sembarang tempat atau melakukan tindakan kriminal untuk bertahan hidup. Sudah banyak wisatawan asing tertangkap karena melakukan hal ini dan harus dideportasiÂ