"Mas, laundry-an tutup ya dari tanggal 18 April sampai 28 April. Mau mudik lebaran dulu", info dari pemilik laundry langganan saya.Â
"Mas, besok saya gak jualan ya sampai selesai lebaran. Mau mudik dulu ke Jawa." Kata penjual nasi yang sering saya datangi saat pagi hari.Â
Ya, Bali juga ditempati tidak hanya bagi masyarakat lokal namun juga pendatang. Ada beragam alasan pendatang tinggal di Bali seperti melanjutkan pendidikan, penugasan, bekerja, hingga memang ingin tinggal menetap di Bali.Â
Mayoritas pendatang di Bali berasal dari Pulau Jawa beragama muslim sehingga saat lebaran pun akan banyak pendatang yang berencana mudik ke kampung halaman.Â
Terlihat beberapa hari ini jalan raya rute Denpasar-Gilimanuk sudah banyak terlihat pengendara yang hendak mudik ke Jawa. Ada yang menggunakan motor dan mobil pribadi ataupun layanan bus serta travel.Â
Hari ini pun saya melihat pengemudi motor bersama istri dan anak dan membawa banyak barang. Saya langsung tahu bahwa si pengemudi hendak mudik jauh-jauh hari dengan pertimbangan agar tidak terhindar macet dan ingin kumpul lebih lama dengan keluarga besar di kampung halaman.Â
Apalagi selama masa pandemi, banyak perantau yang mengurungkan niat mudik. Tahun ini seakan jadi momen perantau untuk merayakan lebaran dengan keluarga besar.Â
Uniknya saya merasa tradisi mudik ini sedikit banyak memberi pengaruh bagi aktivitas sosial di Bali. Bahkan tidak jarang akan ada adaptasi yang terjadi. Seperti apa?Â
Adaptasi Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari