"Duh, kok tiba-tiba kangen ya naik becak, delman atau angkot", entah kenapa pikiran saya rindu dengan moda transportasi yang dulu populer namun kini terasingkan.Â
Saya ingat dulu pergi ke sekolah dengan akang becak langganan, pergi ke pasar naik delman atau saat kuliah dulu masih suka naik Angkot di Kota Malang. Kini? Ehm sepertinya saya perlu mengingat kembali kapan terakhir naik transportasi ini.Â
Becak sepertinya saat dulu mengunjungi makam Bung Karno di Blitar. Itu pun mungkin 15 tahun lalu. Naik delman sekitar 4 tahun lalu saat ke wisata De Djawatan Banyuwangi. Berkeliling hutan alam dengan delman dengan biaya 50 ribu rupiah. Angkot mungkin 2 tahun lalu saat masih tinggal di Bogor.Â
Sayang transportasi ini sudah langka di Denpasar. Padahal saat kecil masih banyak ditemukan Dokar (Delman) dan Angkot di Denpasar. Kini tanpa sengaja melihat transportasi ini pun seakan membangun kenangan masa kecil.
Jika di tempat sobat pembaca masih ada jenis transportasi ini. Saran saya jangan ragu gunakan transportasi ini dan ciptakan kenangan tersendiri. Ada beberapa hal yang bisa jadi pertimbangan.
# Lindungi Mata Pencaharian Lokal
Saya akui transportasi seperti becak, delman, bentor, Angkutan Desa (Angdes) atau Angkutan Kita (Angkot) kalah saing dengan keberadaan Ojek Online atau Taksi Online.
Masyarakat jaman sekarang suka praktis dan ada gengsi tersendiri jika naik transportasi online. Selain bisa antar-jemput sesuai titik lokasi, juga jika pesan taksi atau mobil online akan terlihat seperti orang kaya.
Perlahan kondisi ini membuat keberadaan transportasi lokal terlupakan. Alhasil jika pun ada yang bertahan, pendapatan mereka sudah jauh berkurang sebelum adanya transportasi online.
Saat masih di Bogor, saya kerap melihat angkot hanya terisi tidak lebih dari 3 orang. Bahkan ada yang kosong padahal ada biaya BBM yang harus dikeluarkan.