Ada 2 pasal yang berlaku di kantor. Pasal pertama, atasan selalu benar. Pasal kedua, jika atasan salah maka kembali ke pasal pertama.Â
Pernahkah sobat Kompasiana mendengar atau bahkan merasakah sendiri pemberlakuan pasal tersebut di lingkungan kerja?Â
Jika iya, saya menebak pasti ada uneg-uneg kekesalan di mana bawahan dianggap selalu salah dan atasan selalu benar. Tapi yah inilah realitas hidup yang suka atau tidak suka kerap terjadi di sekitar kita.
Salah satu masalah yang kerap terjadi adalah adanya kita tak sejalan dengan atasan baik itu prinsip kerja, aturan, strategi atau hal lain yang berkaitan dengan pekerjaan. Padahal perlu kekompakan serta visi dan misi sejalan agar urusan kantor bisa berjalan baik. Jika tidak sejalan lalu bagaimana?
Teman saya melakukan tindakan yang banyak dilakukan pekerja lain jika tak sejalan dengan atasan yaitu resign. Baginya untuk apa bekerja jika dirinya tidak bisa selaras dengan atasan. Begitupun sebaliknya.Â
Berdasarkan pengalaman saya ada beberapa hal yang patut dipahami dan dilakukan seandainya ada hal yang tidak sejalan dengan atasan. Apa saja itu?
1. Berkaitankah dengan SOP atau aturan perusahaan?Â
Setiap perusahaan pasti memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang menjadi suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan pada suatu perusahaan atau instansi.
Kerapkali ketidakselarasan antara bawahan dan atasan dapat disebabkan karena SOP. Atasan terlalu kaku dan bawahan ingin sesuatu yang baru, fleksibel dan berbeda.
Contoh seorang sales meminta pengeluaran barang karena berhasil mendapatkan orderan. Namun SOP yang berlaku pengeluaran barang baru bisa terjadi jika sudah pengisian data customer hingga persetujuan atasan.Â
Namun bagi si sales, aturan ini terkesan kaku padahal customer menginginkan barang sesegera mungkin. Jika tidak maka customer berubah pikiran.Â
Ada dua posisi yang tak sejalan, sales ingin sesuatu yang lebih praktis dan instan sedangkan atasan akan menuntun secara SOP. Ketidakcocokan ini yang bisa membuat sales kurang puas dan sejalan dengan atasan.Â
Bagi saya, SOP perlu diterapkan karena sudah menjadi acuan dan kewajiban. Jika ini dilanggar maka akan menimbulkan ketidakpercayaan dari berbagai pihak karena salah satu pihak bisa bertindak diluar SOP.Â
2. Apakah berkaitan dengan Hak dan Kewajiban?Â
Setiap pekerja memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Hak seperti menerima gaji, fasilitas yang memenuhi serta tunjangan. Sedangkan kewajiban berkaitan dengan urusan pekerjaan.
Nyatanya di lapangan ada ketidaksesuaian hak dan kewajiban yang berujung pada masalah internal atasan dan bawahan.Â
Contoh seorang karyawan mendapatkan tugas tambahan dari atasan karena seorang pekerja mengajukan cuti atau resign. Tugas ini berbeda dengan jobdesc utama si pekerja. Sayangnya penambahan kewajiban ini tidak sejalan dengan tunjangan.Â
Contoh lainnya kewajiban pekerja adalah bekerja 8 jam (termasuk jam istirahat) perhari. Namun atasan mengingkan loyalitas karyawan dimana harus bekerja minimal 10 jam di kantor. Bahkan jika diperlukan ada jam lembur yang dianggap memberatkan karyawan
Bagi saya hal ini bukan kesalahan dari si bawahan. Ini karena ada aturan yang memang bertentangan dengan kesepakatan kerja atau aturan pemerintah terkait ketenagakerjaan.Â
Pekerja bisa saja menolak atau menginfokan hal ini kepada serikat pekerja. Tujuan agar atasan dapat memahami terkait hak dan kewajiban perusahaan serta tidak menerapkan aturan secara sepihak.Â
3. Apakah berkaitan dengan strategi divisi?Â
Adakalanya sebuah team berada di persimpangan jalan dan menentukan jalan mana yang tepat dan benar. Untuk itu setiap orang akan memiliki pandangan masing-masing dan menganggap pendapatnya adalah yang paling sesuai.Â
Contoh divisi sales ingin menentukan strategi pemasaran yang tepat untuk meningkatkan omzet. Atasan telah memikirkan strategi A namun staf menganggap strategi itu jadul dan kurang tepat serta merekomendasikan strategi B.Â
Dua pemikiran yang tak sejalan yang bisa mempengaruhi kerjasama team. Ada cara bijak menyikapi hal ini.Â
Sebagai atasan tentu sudah memiliki jam terbang tinggi dengan pengalaman suka duka yang mungkin belum dirasakan bawahan. Dirinya menerapkan strategi dengan pertimbangan pengalaman.Â
Seorang staf sebaiknya memprioritaskan dahulu strategi atasan. Namun dengan kesepakatan jika strategi tersebut kurang membuahkan hasil maka strategi yang staf rekomendasikan dapat dipertimbangkan kembali.Â
Tujuan agar kedua pihak saling belajar. Bawahan dapat menilai apakah strategi jadul masih efektif di jaman sekarang. Atasan pun belajar apakah gaya berpikir bawahan justru lebih sesuai diaplikasikan di jaman saat ini.Â
***
Hubungan atasan dan bawahan kadang berjalan tidak sesuai harapan. Adakalanya muncul ketidaksepahaman terhadap suatu hal.Â
Bagi saya hal ini wajar dan bisa terjadi di perusahaan manapun. Jangan terburu-buru mengajukan resign. Justru menjadikan momen ini sebagai pembelajaran diri serta memperkaya pengalaman akan dirasa lebih bijak. Bisa jadi ini adalah proses kita belajar tentang kerjasama team dan juga problem solving.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H