Saat ini anggota DPR RI telah membahas Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) dimana salah satu isi pengajuan RUU KIA memberikan hak cuti selama 40 hari bagi suami yang mendampingi istri melahirkan.Â
Tidak dipungkiri mendapatkan hak cuti khususnya bagi karyawan tentu menyenangkan. Ini artinya kita bisa memiliki waktu me time atau merilekskan pikiran dari urusan pekerjaan yang seringkali membuat kita stres.Â
Selama ini Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 memberikan hak cuti bagi suami selama 2 hari untuk mendampingi istrinya melahirkan. Jika RUU KIA disetujui dan disahkan maka akan ada penambahan selama 38 hari dari UU Ketenagakerjaan yang berlaku.Â
RUU KIA sepertinya kurang disambut antusias oleh perusahaan. Ini karena jika aturan sudah disahkan maka mau tidak mau, perusahaan wajib memberikan hak cuti bagi suami sesuai aturan yang berlaku.Â
Saya tertarik ingin membagikan opini saya dari perspektif manajemen perusahaan. Kebetulan saat ini saya dipercaya oleh perusahaan dilevel manajerial sehingga sedikit banyak paham ada keresahan dari sisi perusahaan terkait RUU KIA.Â
Pemerintah dalam hal ini anggota legislatif perlu melibatkan dan memperhatikan perspektif perusahaan atau pengusaha dalam rumusan RUU KIA khususnya hak cuti suami. Berbagai hal yang bisa dipertimbangkan sebagai berikut:
1. Kemampuan Finansial Perusahaan Dalam Menggaji Karyawan
Bagi HRD atau accounting pasti paham bahwa salah satu sektor pengeluaran terbesar perusahaan adalah sektor gaji karyawan. Apalagi jika perusahaan berada di daerah berbasis industri seperti Karawang, Bekasi, Purwakarta, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan tentu UMK akan lebih tinggi dibandingkan daerah Non-industri.
Pemberlakuan cuti melahirkan selama 3 bulan bagi karyawati perusahaan dimana gaji atau upah tetap dibayarkan secara penuh pastinya telah dijalankan oleh perusahaan.Â
Disini perusahaan telah mengeluarkan budget tambahan dimana selama karyawan tersebut cuti maka umumnya akan merekrut karyawan pengganti.