Pada terik mentari, ku kayuh sepeda tua kesayangan
Sepeda pemberian kakek 3 tahun silam. Berwarna coklat dengan simbol burung sebagai hiasan
Rantainya sudah tidak sebening lalu mulai berkarat
Ban nya terasa tipis namun masih bisa mengantarku ke sekolah layaknya tadi pagi
Kerikil-kerikil tajam terasa jahat, ingin merobek dan meninggalkan luka di setiap sudut ban
Tak kan ku biarkan, dengan perlahan ku coba kelabui mereka. Berhasil, kataku dalam hati
Baju sekolah mulai basah kuyup oleh keringat yang tercucur di sekujur tubuh
Aku ingat ibu berkata, keringat itu sehat. Pada setiap keringat yang keluar adalah perjuanganmu melawan rasa malas
Kantup mata terasa letih, sesekali menutup terbius sejuknya hawa kala itu
Dalam sayup-sayup lambaian tangan menyapa ku dari kejauhan
Semakin lama semakin terlihat jelas sosok lelaki tua yang memanggil dari kejauhan
Kakek Toni, kakek yang sudah lama tak ku lihat
Tubuhnya sudah rapuh namun senyum dan sapaannya begitu hangat
Air mata berlinang tanpa alasan
Jatuh tanpa ada aba-aba. Nelangsa
Pada kayuh sepeda tua, aku masih berjuang
Meratapi bahwa pandangan ini adalah semu
Hanyalah rasa rindu pada kakek yang sudah lama berpisah
Mengantarku pada lamunan yang terasa bias
--SEKSI (SElasa Kita berpuiSI)
#SEKSI_16
#HIM Di Gubug Pena
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI