Langkah bijak kedua, kita sudah mengatur porsi batas pinjaman dengan membandingkan dengan penghasilan. Contoh gaji bulanan kita sebesar 4 juta/bulan. Maka akan bijak jika kita membatasi pengguaan kurang dari 20 persen dari gaji. Atau bahkan meminta limit maksimal seperempat gaji.Â
Tujuan agar kita bisa menekan pengeluaran bulanan serta kita tidak terbebani dengan hutang pinjaman yang besar. Jika kita bisa menerapkan hal ini tentu Paylater akan menjadi madu yang memberikan kesan manis dalam aktivitas keuangan kita.
Paylater Ibarat Racun Yang Memberikan Kepahitan
Ini akan terjadi jika kita tidak bijak dalam menggunakan Paylater. Umumnya orang yang terjebak dalam Paylater karena mereka terjebak dalam 2 posisi.
Posisi Pertama : Tingkat Konsumtif Tinggi. Sudah banyak saya menemukan kasus orang yang berpenghasilan pas-pasan namun memiliki jiwa konsumtif tinggi. Umumnya mereka membeli banyak barang hanya memenuhi hawa nafsu sesaat tanpa mempertimbangkan asas urgensi.
Hal yang bikin saya gerah melihat teman menggunakan Paylater untuk membeli Handphone merk terkenal dan keluaran terbaru. Padahal harga gawai tersebut melebihi gaji yang diterima.
Mindset teman saya sepertinya keliru memaknai Paylater. Paylater bukanlah hadiah limit yang diberikan cuma-cuma kepada pengguna melainkan batas pinjaman. Kata pinjaman harus digarisbawahi dimana kita diwajibkan untuk mengembalikan dengan syarat dan ketentuan khusus seperti bunga, biaya administrasi, atau denda bagi yang telat.
Posisi Kedua : Jiwa Berhutang Terlalu Dominan. Jika berhutang sudah menjadi karakter maka hal ini akan sangat susah diubah. Ini mirip orang yang suka gali lobang tutup lobang untuk mencari pinjaman atau memang hobi berhutang namun ingkar membayar.
Kisah curhatan seorang gadis yang stres karena terjebak hutang dari Paylater sebuah situs E-Commerce. Awalnya dirinya menggunakan fasilitas tersebut untuk membeli barang dengan nominal belanja 450 ribu pada Juni 2020.