Sempat ada pertanyaan sederhana kenapa memilih berprofesi sebagai pengemis. Jawaban polos karena nyaman dan pendapatan fantastis.
Nyaman karena mereka tidak perlu mendapatkan tekanan dari atasan layaknya bekerja di perusahaan, bisa beraktivitas sesuai kehendak hati dan tidak butuh usaha besar untuk mendapatkan uang.
Bermodalkan rayuan meminta, ekspresi sedih hingga keterbatasan yang dimiliki, uang akan datang dengan sendirinya. Mindset sederhana terbentuk, untuk apa bekerja formal jika dengan cara ini uang bisa datang dengan sendirinya.
Wajar akhirnya muncul anjuran pemerintah melarang pemberian uang kepada pengemis, pengamen, gelandangan dan sebagainya. Ini karena niat baik kita memberikan sedikit rejeki membuat mereka menjadi malas dan merasa mudah mendapatkan uang dengan mencari orang yang bersimpati dan iba dengan hidup mereka.
Secara personal saya pun pernah merasa bersalah terlalu memberikan ikan dibandingkan kail ketika membantu orang. Maksud hati kasihan ada seorang teman yang terlilit hutang, saya membantu sebisa mungkin. Harapan bantuan saya bisa meringankan masalahnya.
Kekecewaan muncul ketika nyaris setiap saat mengalami kesusahan langsung menghubungi saya. Saat saya sedang menekan pengeluaran dengan menginformasikan tidak bisa membantu.Â
Dirinya bereaksi tidak terduga. Puluhan chat masuk seakan menuntut saya tetap bisa membantu bahkan ketika saya tetap konsisten belum bisa membantu. Hubungan sempat menjadi kurang baik.
Dampak Apa Yang Kerap Terjadi?
Berkaca pada pengalaman dan fenomena disekitar saya bahwa sejatinya memang lebih baik memberikan "kail" dibandingkan "ikan" kepada orang yang butuh bantuan.