Pernahkah sobat Kompasiana melihat spanduk informasi ataupun iklan menggunakan bahasa Inggris yang keliru serta membuat kita mengelus dada, tersenyum atau bahkan tertawa terbahak-bahak?
Saya pernah dan bahkan sering. Tidak jarang kesalahan ini dialami oleh para pelaku usaha UMKM yang ingin menarik calon konsumen dengan menggunakan bahasa asing yang sebenarnya tidak mereka pahami.
Cobalah perhatikan contoh spanduk atau papan reklame di bawah. Jika diteliti, ada penggunaan bahasa inggris yang keliru dan membuat saya ikut tersenyum. Jika saya warga Indonesia saja bisa tersenyum geli, apalagi bule yang notabene-nya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu.
Saya menganalisis setidaknya ada beberapa alasan mengapa masyarakat menggunakan istilah asing dalam branding marketing.
Faktor pertama, bingung mencari padanan kata. Sangat wajar mengingat masyarakat lebih lumrah mendengar istilah asing dalam komunikasi sehari-hari. Istilah asing ini lebih familiar di dengar sehingga masyarakat kebingungan mencari padanan kata dalam bahasa indonesia.
Contoh sederhana:
Kata selfie lebih sering digunakan untuk menunjukan kegiatan berfoto dengan menjadikan dirinya sebagai obyek foto. Padahal padanan kata Indonesia adalah swafoto.
Kata Contact Person (CP) yang sering kita jumpai saat mendapatkan brosur sales, melamar kerjaan, atau pada kartu nama. Jika ditelusuri sebenarnya CP memiliki arti dalam bahasa Indonesia sebagai narahubung.
Kebingungan mencari padanan kata inilah yang membuat masyarakat menggunakan kata atau kalimat asing yang lebih lumrah di dengar. Namun masalah muncul ketika mereka menuangkan dalam bentuk tulisan.Â
Kesalahan umum yaitu menulis istilah asing sesuai penggalan kata yang di dengar. Contoh Bluetooth sering ditulis Blutut; Laundry ditulis Londri atau Londre dan sebagainya.