Seorang staff di kantor memberanikan diri meminjam uang kepada saya. Ini bukan pertama kalinya dirinya meminjam uang kepada saya. Sudah 3 bulan berturut-turut orang ini meminjam uang pada saya.Â
Namun kali ini membuat saya marah dan kesal, kenapa?Â
Tanggal 1 baru menerima gajian namun tanggal 4 ingin meminjam uang pada saya. Artinya gajinya sudah habis dalam hitungan hari bahkan belum seminggu.Â
Pada tanggal 1 memang si staff ini mengembalikan uang yang dipinjam dari saya sebelumnya, namun kini dia ingin meminjam lagi dengan nominal lebih besar. Ini mah bukan lagi gali lobang tutup lobang tapi tutup lobang malah menggali sumur.
Sempat bertanya kenapa dirinya meminjam uang padahal baru saja menerima gaji. Alasan pertama karena memenuhi kebutuhan anak. Namun alasan ini tidak begitu kuat karena sebagai atasan, saya tahu gaji nominal yang dirinya terima dan masih masuk kategori cukup besar. Ada beberapa orang di kantor memiliki anak lebih banyak daripadanya dan gaji lebih kecil namun bisa cukup tanpa harus meminjam.Â
Alasan kedua cukup menyesakkan dada. Istrinya bisa dikatakan boros dan tidak bisa mengatur uang. Saya prihatin karena saya tahu staff saya ini tergolong hemat saat di kantor. Ternyata si istri lebih boros daripada dirinya.Â
Bukan bermaksud membuka aib staff saya ini tapi saya tertarik menjadikan kisahnya untuk pembelajaran hidup bagi saya ataupun orang lain bahwa masih banyak orang terjebak dalam manajemen keuangan yang buruk. Bahkan istilah lebih besar pasak daripada tiang menjadi peribahasa yang pas menggambarkan kondisi ini.Â
Apakah bisa menyiasati masalah ini?Â
Belajar pada pengalaman saya mengatur keuangan serta kisah orang di sekitar yang mampu tetap menabung meski penghasilan tidak seberapa sebenarnya ada beberapa hal menyiasati masalah di atas?Â
1. Terapkan Sistem Autodebet
Kini banyak perusahaan sudah bekerjasama dengan bank dalam penerapan payroll gaji karyawan. Artinya pembayaran gaji menggunakan rekening bank yang ditunjuk oleh manajemen.Â
Alangkah baiknya menghindari pengeluaran yang lebih besar, kita bisa menggunakan fasilitas autodebet di rekening kita. Pihak bank akan menahan dana kita sesuai dengan kesepakatan kita sebagai tabungan jangka panjang.Â
Teman saya menerapkan sistem ini karena dirinya susah dalam menyisihkan gaji secara konvensional. Gajinya selalu habis tidak berbekas padahal ia memiliki cita-cita lanjut S2 dan berharap memiliki tabungan masa depan.Â
Cara ini cukup berhasil karena pihak bank akan mengunci sejumlah nominal setiap bulan sehingga teman akan menyesuaikan diri untuk bertahan hidup sesuai dengan gaji yang tersisa. Selain sebagai upaya berhemat, teman saya sudah memiliki simpanan tabungan jangka panjang saat ini.
2. Jangan Aktifkan Kartu Kredit atau Kredit Limit Online
Bank seringkali menawarkan kartu kredit kepada nasabah untuk memudahkan transaksi. Tidak hanya itu beberapa aplikasi start up situs belanja online bahkan memberikan sistem kredit limit seperti paylater, limit akulaku, kredivo dan sebagainya.
Tidak dipungkiri adanya fasilitas seperti kartu kredit atau limit online sangat membantu ketika ada kebutuhan mendesak atau ingin membeli sesuatu namun belum memiliki uang.Â
Namun ini akan menjadi masalah baru apabila si pemilik akun memiliki karakter konsumtif. Ketika daya beli lebih besar dibandingkan kemampuan finansial tentu menciptakan masalah baru. Selain duit akan habis, si pemilik akan terjerat dalam utang dengan bunga cukup tinggi.
Pernah ada suatu kasus dimana seorang kenalan bermaksud ingin membeli gawai keluaran terbaru dengan sistem berutang menggunakan fasilitas limit online.Â
Bagi saya, gawai sebelumnya juga belum ketinggalan jaman dan masih berfungsi dengan baik. Namun karena ingin mengikuti teknologi terbaru, dirinya memutuskan membeli gawai sistem kredit.Â
Ketika dirinya diberhentikan oleh perusahaan karena efisiensi selama situasi Pandemi. Kini dirinya stres karena tidak mampu membayar cicilan dan hp terancam diambil oleh kolektor.Â
Di luar kasus tersebut, ada juga kisah inspiratif yang dilakukan oleh teman saya lainnya untuk memperbaiki masalah finansialnya. Teman saya membulatkan tekat untuk menekan pengeluaran dan menghentikan karakter konsumtifnya.Â
Dirinya rela menghapus semua aplikasi belanja yang memiliki limit kredit dan merusak kartu kredit agar tidak bisa digunakan. Alhasil kini kondisi finansialnya membaik dan bisa menabung untuk masa depan.Â
3. Catat Detail Segala Pengeluaran
Adakalanya kita tidak menyadari bahwa kita tipe orang yang hobi berbelanja khususnya hal-hal yang tidak dibutuhkan. Ini juga pernah terjadi pada saya. Ketika ada promo atau flashsale di aplikasi belanja online. Langsung membeli barang-barang yang dianggap murah.Â
Mengenaskan ketika barang sudah terbelanjakan ternyata tidak atau belum digunakan sama sekali hingga sekarang. Artinya saya telah menghaburkan uang demi hal tidak penting.Â
Cara bijak yang bisa dilakukan adalah mencatat segala pengeluaran secara detail baik hatian, mingguan atau bulanan. Melalui catatan ini kita akan mengetahui apakah kita menggunakan uang secara bijak atau tidak.Â
Kita juga bisa jadikan catatan tersebut sebagai bahan analisa serta refleksi diri agar tidak melakukan kesalahan sama dengan membeli barang yang tidak perlu. Uang bisa dialihkan untuk menjadi simpanan jangka panjang.Â
4. Percayakan Keuangan Pada Orang Dipercaya
Cara ini memang butuh rasa kepercayaan yang tinggi pada orang lain namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Misalkan suami mempercayakan keuangan pada istri, anak mempercayakan uangnya pada orang tua atau saudaranya yang dipercaya.Â
Tujuannya agar kita bisa mendapatkan masukan apabila ingin mengeluarkan uang untuk kebutuhan tidak penting. Bila kita bisa menemukan orang tepat untuk mengelola keuangan kita maka kita bisa memperkecil pasak (pengeluaran).Â
5. Memisahkan Tabungan Menjadi Beberapa Bagian
Ini adalah cara manajemen keuangan yang saya gunakan hingga sekarang. Ketika mendapatkan gaji bulanan. Saya langsung memecah penghasilan menjadi 3 yaitu tabungan untuk kebutuhan sehari-hari, traveling dan masa depan.
Biasanya sistem pembagian ini seperti 60% untuk kebutuhan sehari-hari, 20% untuk traveling dan 20% untuk masa depan. Sistem proporsional ini bisa disesuaikan dengan kebutuhan atau tujuan hidup kita.Â
Ketika saya sudah terbiasa dengan hal ini maka saya lebih bijak dalam perencanaan hidup. Saya berusaha tidak akan mengotak-atik tabungan traveling dan masa depan hanya untuk kebutuhan sehari-hari. Artinya ketika uang kebutuhan sehari-hari mulai menipis maka konsekuensinya saya harus ngirit dengan mengandalkan uang tersisa.Â
***
Saya merasa sedih jika menemukan kasus seseorang terjebak dalam utang karena lebih besar pasak daripada tiang yang disebabkan oleh kesalahan manajemen keuangan. Bisa jadi dengan manajemen keuangan yang tepat, dirinya masih bisa menabung atau setidaknya tidak perlu berutang karena kehabisan uang.Â
5 hal di atas bisa dijadikan masukan bagi sobat Kompasiana yang kini berada disituasi yang lebih besar pasak daripada tiang. Ketika menyadari bahwa pengeluaran terlalu besar. Sebaiknya kita bisa menahan ego untuk tidak konsumtif secara berlebihan.
Jangan sampai istilah gali lobang tutup lobang menjadi kebiasaan yang susah dilepaskan.Â
Sebagai manusia biasa, kita tentu berharap bisa hidup dengan tenang dan memiliki tabungan masa depan.Â
Tips yang saya tuliskan harapannya bisa jadi jawaban atas kendala yang dialami sobat Kompasiana.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H