Mungkinkan pengusaha Warnet akan bernasib sama dengan Wartel di kemudian hari?
Saya melihat potensi itu ada dengan melihat beberapa hal yang membuat masyarakat mulai meninggalkan Warnet sebagai tempat berinternet atau bermain game online.
Kemajuan seluler didukung layanan provider seakan menjadi penyebab utama mulai bergesernya minta masyarakat dari Warnet. Menguntip data E-Marketer yang dari situs Kominfo, pengguna aktif smartphone di Indonesia mencapai 100 juta pengguna.
Padahal jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 250 juta. Artinya ada 1 orang pengguna smartphone diantara 3 orang (pembulatan dari 2,5 orang).
Saya tidak heran melihat data ini mengingat anak kecil yang masih balita saja sudah banyak yang sudah diberikan smartphone atau setidaknya bisa menggunakan smartphone.Â
Perang tarif antara provider kartu perdana juga menjadi pelengkap masalah ini. Bayangkan antara provider kartu saling menawarkan tarif paketan internet yang super murah. Bahkan ada yang memberikan bonus paket YouTube, sosial media hingga tambahan bonus pada tengah malam.Â
Saya biasanya untuk internet menggunakan paketan 5 GB seharga Rp 50.000 dan bisa digunakan untuk sebulan. Harga ini menurut saya murah.
Bayangkan dulu saya internet setiap hari di Warnet ambil paketan 2 jam Rp.5.000 maka sebulan saya habiskan Rp 150.000. Kini saya bisa internetan kapanpun dan di manapun dengan biaya lebih murah.
Kemunculan modem hingga layanan WiFi menurut saya ikut berkontribusi masyarakat enggan untuk ke Warnet lagi. Dulu saat ada modem, saya mulai mengurangi intensitas ke Warnet karena lebih praktis.
Ketika ingin internetan, saya cukup hidupkan laptop, pasang modem dan mulai internet. Sedangkan jika ke warnet, saya harus berjalan kaki dulu ke Warnet.Â
Jika pergi dengan motor maka akan ada biaya parkir,kemudian saat haus dan lapar kita juga akan mengeluarkan uang tambahan buat beli sekedar air mineral atau teh botol dan semangkuk mie goreng dengan telor. Pengeluaran semakin membengkak.