Mohon tunggu...
Indra Kurniawan
Indra Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN

Hobi Bulutangkis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Memakan Banyak Korban, Mungkinkah Kembang Api dan Petasan Dikenai Cukai?

30 April 2023   12:58 Diperbarui: 1 Mei 2023   10:35 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh Indra Kurniawan


Kembang api dan petasan sering digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai tanda memperingati hari raya. Di samping kegunaannya, ternyata kembang api dan petasan memiliki potensi untuk menimbulkan korban jiwa. Sebut saja yang baru-baru ini terjadi, bayi usia 38 hari meninggal karena kaget dengan bunyi petasan, petasan meledak di Kendal yang menyebabkan tiga orang luka parah dan rumah porak poranda, petasan meledak di Probolinggo yang menyebabkan satu orang kritis dan satu rumah hancur, dan masih banyak lagi. Dengan potensi merugikan yang dimiliki oleh kembang api dan petasan, mungkinkah kembang api dan petasan dikenai cukai sebagai alat untuk mengendalikan peredaran?


Gagasan Menambah Cukai Baru
Indonesia dikenal dengan sebutan extremely narrow coverage, yaitu negara yang memilik sangat sedikit objek cukai jika dibandingkan dengan negara ASEAN yang rata-rata mengenakan lebih dari 10 (sepuluh) komoditas kena cukai. Pemerintah Indonesia memiliki peluang yang terbuka lebar untuk menambahkan objek cukai (ekstensifikasi cukai) sebagaimana diamanatkan secara eksplisit dalam ketentuan pasal 4 angka 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (selanjutnya disebut UU Cukai). 

Hal ini juga dipertegas dengan hasil penelitian terkait cukai oleh Christopher, yang menyimpulkan bahwa pemerintah perlu melakukan ekstensifikasi cukai karena merupakan sumber penerimaan negara yang potensial agar dapat mencukupi APBN, di samping mempunyai fungsi sosial di dalamnya, yaitu mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap objek yang dikenai cukai dari dampak negatif yang dihasilkan.


Gagasan untuk menambah jenis Barang Kena Cukai (BKC) telah diawali sejak evaluasi komprehensif nasional Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada bulan Oktober 1998 yang menjadi salah satu topik strategis dari sub bidang sistem dan prosedur cukai. Pada akhir bulan Maret 2008, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka wacana untuk mengenakan cukai terhadap ban dan minuman ringan. Jenis minuman ringan yang dikenakan cukai adalah minuman ringan bersoda (minuman ringan berkarbonasi), sari buah, serta minuman beralkohol berkadar di bawah 1%.


Setelah 25 (dua puluh lima) tahun berlakunya UU Cukai, akhirnya pada tanggal 19 Februari 2020 Rapat Kerja Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyetujui usulan Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk melakukan penambahan BKC baru berupa produk plastik, yakni kantong plastik (plastik belanja/ plastik kresek) sehingga produk plastik merupakan BKC keempat setelah Etil Alkohol (EA), Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA), dan Hasil Tembakau (HT).


Filosofi Pemungutan Cukai
Menurut Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD), cukai adalah pajak yang dikenakan pada produk tertentu atau pada sejumlah produk yang terbatas. Sedangkan beberapa negara belum memiliki definisi cukai yang baku. Cukai juga dikenal dengan istilah excise, baik berupa excise tax maupun excise duty. Beberapa negara menamakan cukai sebagai pajak spesifik atas konsumsi, misalnya Turki (special consumption tax), Kamboja (the specific tax on certain merchandise and services), Kuba (impuesto especial a productos y servicios), dan Brazil (imposto sobre produtos industrializados).


Indonesia dapat dikategorikan sebagai salah satu negara yang tergolong komprehensif mengatur definisi cukai di dalam regulasinya. Pasal 1 angka 1 UU Cukai mendefinisikan cukai sebagai berikut:
“Pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang ini.”

Cakupan barang-barang tertentu yang dapat dijadikan objek pungutan cukai di Indonesia dibatasi dengan sifat dan karakteristik tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 angka 1 UU Cukai yang meliputi konsumsinya perlu dikendalikan; peredarannya perlu diawasi; pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup dan pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.


Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa filosofi atau fungsi utama pengenaan cukai di samping sebagai penerimaan negara adalah untuk mengatur, mengendalikan, dan membatasi, atau disebut sebagai fungsi regulerend.


Fireworks dan Firecracker
Kembang api dan petasan merupakan produk yang dimaksudkan guna diledakkan atau kadang-kadang untuk melepaskan semburan berwarna-warni yang dibungkus menggunakan beragam zat kimia dengan bubuk mesiu guna melontarkan bungkus tersebut, dilengkapi sekring (fuse) untuk waktu tunda dari proses terbakarnya bubuk mesiu hingga muatan di dalamnya meledak. Zat kimia tersebut antara lain strontium nitrat, kalsium sulfat, bubuk mesiu, zat pengoksidasi, dan pengikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun