Mohon tunggu...
Titiek KS
Titiek KS Mohon Tunggu... -

I have a dream but i'm not a dreamer

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kisah Menjadi Saksi

16 Juli 2014   19:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:09 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Meningkahi banyaknya pemberitaan copras capres, ingin juga sekedar berbagi tentang beberapa hal yang memang mungkin belum diketahui banyak orang, tapi semua orang membicarakan ini. Yang saya ceritakan pengalaman pribadi dan mungkin bisa memberi ketenangan di hati yang sempit dan memberi kesejukan di hati yang gersang.

Saya pernah menjadi saksi TPS dua kali berturut-turut yaitu 2009 dan 2014. Menjadi saksi itu ga enak. Cuma dikasih kursi, suruh duduk, dan ga da kegiatan sampai selesai waktu pencoblosan yaitu jam 1. Bawa buku adalah pilihan pertama untuk mengusir kebosanan. Sambil sesekali ngeliat proses pencoblosan, kan saya punya hak untuk memastikan semuanya berjalan sesuai ketentuan. Tidak ada indikasi diarahkan dan lain-lain yang mengarah kepada pelanggaran. Saksi lainnya ada yang baca koran, ngerokok (ini yang paling nyebelin), makan, minum, pokoknya semuanya masih sersan (serius santai) sebelum masa penghitungan. Kalau saya, harus pastikan kenyang sebelum penghitungan, karena klo sudah masuk penghitungan saya benar-benar ga bisa ke mana-mana.

Iseng selama dua kali berturut-turut, saya nanya ke saksi lainnya dari Partai apa. Kebetulan saya menjadi saksi hanya pada saat proses pilleg bukan pilpres. Tapi saya rasa prosesnya sama. Kalau ada yang beda, bisa protes ke saya hehehe. Balik lagi dalam sesi ngobrol-ngobrol dengan saksi lainnya. Yang saya ingat adalah bahwa di kedua tahun yang berbeda tersebut adalah, saksi yang selalu dihadirkan adalah saksi dari Gerindra (itu pengalaman saya ya...) dan datangnya seperti saya, ontime. Sementara yang lain datangnya selalu lebih telat bahkan ada yang hanya saat proses penandatanganan.

Nah, ingatlah saya dengan pengalaman saya itu dan saya bandingkan dengan kondisi pilpres sekarang. Wajar klo prabowo mengkawal C1 dengan ketat, karena untuk yang pilleg aja mereka jaga aturannya untuk selalu menghadirkan saksi apalagi yang memang langsung berhubungan dengan pemilihan capres. Saya sih berusaha fair play... artinya siapapun yang kita dukung, dalam hal ini kita harus bisa melihat dengan lebih bijak. Apakah saya memilih prabowo? belum tentu. Apakah saya memilih jokowi, mungkin saja.

Dan sebagai saksi, pengalaman saya, saya tidak pernah sekalipun berkompromi dengan TPS. Karena itu bukan saja berhubungan sama karakter diri kita, tetapi juga berhubungan dnegan masa depan bangsa. Jadi, ada baiknya jika kita sama2 menahan diri untuk tidak saling menghujat dan merasa benar. Karena dengan begitu, kita memupuk rasa benci terhadap sesuatu yang sebenarnya kita tidak benar-benar tahu. Kita cuma meraba-raba dan katanya-katanya. Kalau masa depan bangsa ditangan kita sebagai generasi penerus para orang tua kita, maka lakukanlah dengan benar dan proper. Lakukan dengan hati yang lapang dan sudut pandang yang luas. Hilangkan ke pro-an kita terhadap salah satu capres. Karena kebencian itu akan memakan dirikita sendiri hingga yang tersisa hanya karakter jelek kita. Lakukan untuk bangsa ini! Kita hanya berharap, KPU jujur dan benar2 jujur. Sisanya kita serahkan kepada sang Maha Pencipta.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun