Pak JOKOWI bisa baca ciri-ciri mereka dalam buku Jack Snyder itu. Sudah ada edisi berbahasa Indonesianya, Pak!
Kalau orang yang tidak pernah atau jarang membaca buku, tentu bisa dengan mudah diselewengkan opininya. Sayangnya, saya sudah banyak membaca buku-buku sejenis ketika delapan tahun menjadi peneliti bidang politik dan perubahan sosial, dengan latar belakang sebagai sejarawan. Karena ada di lapangan dalam pergerakan mahasiswa 1990-an, tentu juga sudah sedikit mengerti pelbagai tali-temali hubungan yang sempat memencar, berdiaspora, lalu kembali hidup di kolam yang sama dengan warna teratai yang lebih indah seakan merekalah simbol nasionalisme negeri ini.
Apa urusan kami dengan itu semua, Pak?
Lautan massa aksi sejak akhir 1980-an, 1990-an sampai Mei 1998 tidak sedang bertarung demi kekuatan-kekuatan elite politik.
Generasi kami adalah generasi yang -- sekali lagi -- hanya ingin membaca buku-buku lebih tebal, menikmati kebebasan berpikir dan berpendapat, tidak takut bertemu dengan tentara di lapangan, bermimpi tentang era Tinggal Landas -- bukan tinggal di landasan -- sebagai salah satu negara pemimpin baru di kawasan Asia.
Generasi yang sedang menikmati revolusi Tripple T: Technology, Telecommunication and Transportation.
Generasi yang sedang diharu biru oleh globalisasi dan buku-buku karangan futurolog seperti Alvin Toffler, John Naisbitt dan bahkan Ziauddin Sardar dan penulis-penulis lain dari lintas agama.
Generasi yang tak peduli dengan benturan peradaban dan berdebat tentang pikiran-pikiran Samuel P Huntington, karena tahu Indonesia adalah negara yang cinta damai dengan agama-agama besar dunia yang hidup bertetangga sejak kecil.
Saya tidak bisa mengakses Bapak, karena saya tahu kesibukan Bapak.
Dan bisa Bapak bayangkan, orang yang dianggap sebagai bagian dari tim Bapak saja bisa seperti saya, apalagi dengan generasi berusia 40-an tahun yang saya sebut tadi yang tentu lebih sulit lagi?
Mereka yang juga menganggap saya sebagai orang politik, orangnya si A, orangnya si B, jago bicara, pintar bohong, tetapi tidak melakukan apa-apa di tengah kondisi bangsa yang kian terpuruk.