Hari ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, Airlangga Hartarto, berulang tahun. Tepat lima puluh sembilan tahun lalu, 1 Oktober 1962.Â
Airlangga lahir di Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia. Ibukota Jawa Timur.Â
Kota yang melahirkan Sukarno, Proklamator, Presiden dan Negarawan Indonesia. Kota tempat menempa nalar dan ilmu di kalangan perintis kemerdekaan.
Surabaya didirikan oleh Maharaja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan yang memerintah pada awal abad ke-11.[1] Ayah Maharaja Airlangga bernama Prabu Udayana asal Bali dengan permaisuri Ratnawarman[2], putri asal Kerajaan Kutai Kartanegara.Â
Tak heran kultur Surabaya campuran antara Jawa, Bali, dan Kutai. Â
Era Maharaja Airlangga dikenal sebagai puncak kegemilangan ilmu bangunan, ilmu ukir, aksara, hingga irigasi.Â
Disamping mampu mempersatukan Jawa, Bali, dan Sumatera, dalam era Airlangga berdiri banyak candi, buku karangan empu, hingga bendungan.Â
Wilayah kekuasaan Maharaja Airlangga membentang dari Pasuruan hingga Madiun, termasuk Tuban.Â
Dalam era Maharaja Airlangga, pusat kerajaan berpindah dari Kahuripan (Surabaya) ke Doha (Kediri).Â
Sejumlah peninggalan Airlangga adalah Sriwijaya Asrama (1036), bendungan Waringin Sapta (1037), Pelabuhan Hujung Galuh di muara Kali Brantas, hingga jalan-jalan dari pesisir ke arah pusat kerajaan. Â
Kakawin Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa, lahir atas perintah Maharaja Airlangga, sekitar tahun 1030.Â
Kakawin ini menceritakan ketika Arjuna bertapa di Gunung Mahameru. Tujuh bidadari dikirimkan oleh para dewa untuk mengganggu tapabrata Arjuna, antara lain Dewi Supraba dan Tillotama.Â
Ketujuh bidadari gagal, lalu datanglah Batara Indra yang menyamar sebagai brahmana tua. Arjuna dan brahmana itu berdiskusi tentang agama, sampai Batara Indra menghilang setelah menyebutkan jati dirinya.