Nah, bayangkan situasi ini.
Arena balapan dipenuhi mobil-mobil dengan laju yang berbeda. Jalan lurus, menikung, atau mendaki. Publik yang bersorak-sorai di tempat masing-masing, bukan terbatas di sekitar sirkuit. Jauh lebih banyak yang berada di balik gawai atau layar kaca.
Surveyor berada pada posisi mana?
Tukang potret. Memotret ke area balapan. Dari potret yang menjadi ruang dan waktu itulah, klasemen diumumkan. Bukan klasemen akhir, tapi sementara tergantung pada menit ke berapa.
(3)
Partai Golkar sangat terlatih dan mapan dengan 'ideologi' developmentalisme. Sebelum berubah menjadi partai politik, ideologi developmentalisme itu berlangsung secara represif. Tapi jangan lupa, ketika demokrasi elektoral dilakukan sejak 1998, sumberdaya politik dari Golongan Karya-lah yang paling siap sejak masih bernama naskah akademis. Eksekutor di parlemen pun mayoritas lapisan politisi sipil dari Golkar yang teruji dalam organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan pra 1998.
Pengaruh kurikulum pendidikan dalam tubuh Partai Golkar secara intrinsik membawa biduk beringin sebagai pendukung kebijakan-kebijakan pemerintah. Bagaimana tidak mendukung, jika produk legislasi yang dijalankan eksekutif itu berasal dari kandang beringin.
Dasar ideologi itu tidak sembarangan, yakni statuta, anggaran dasar, anggaran rumah tangga, sampai peraturan organisasi. Â Tidak ada partai politik selain partai beringin ini yang rutin melakukan rapat kepengurusan. Dan belum juga ada partai politik yang sudah memiliki Garis-Garis Besar Haluan Partai Politik yang sedetil Visi Negara Kesejahteraan 2045.
Visi itu ditabulasi dan dimatrikulasi dalam program-program lima tahunan. Sirkulasi kepemimpinan, walau sempat tersaruk dalam konflik terbuka, paling lancar dalam tubuh Partai Golkar. Regenerasipun berlangsung alamiah dan struktural.
Capaian tertinggi dalam tubuh Partai Golkar bukanlah kemenangan demi kemenangan elektoral. Tetapi, pelaksanaan program dalam tubuh pemerintahan. Matrikulasi-nya jelas empirik, visioner, dan futuristik.