Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Toa dan Puasa di Dusunku

1 Mei 2021   06:25 Diperbarui: 2 Mei 2021   09:48 4636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di eraku, nama Hanafiah dan Hamimah, serta si Bungsu, anak dari Pak Kari Maradin, adalah bintangnya. Indah sekali suara mereka ketika mengaji. Mereka juga Juara MTQ hingga tingkat kecamatan dan kabupaten. Kari Maradin adalah anggota dari Grup Dikie (Zikir) dari kakekku, Tuanku Imam Dahlan. Uwoku kadang memplesetkan nama kakekku bukan Tuanku Imam Dahlan, tetapi Tuanku Imam Dalang (gila), akibat kelakuan kakekku itu, banyolan-banyolannya. Bagaimana nggak pandai melucu, saban pekan rumah kakekku di Rimbo Simauang yang dipenuhi dengan pohon-pohon ajaib penangkal bala, iblis, dan siluman, seperti tebu hitam, kelapa gading, dan bahkan terdapat juga Gasing Tengkorak -- entah dibuat dari apa, serta bau menyan yang menyengat -- selalu ada saja orang datang. Kakekku memang terkenal bisa bikin yang jelek jadi cantik. Seluruh keluarga kakekku ini ganteng-ganteng dan cantik-cantik, aku termasuk yang paling jelek. 

Padahal, aku bukan cucu kesayangan Uwo dan Yawoku itu. Zainul Bahri-lah yang kesayangan mereka. Kakakku yang baru saja dengan istri dan anaknya sembuh dari Covid 19. Kakakku ini adalah seorang pelatih dan sekaligus ahli di bidang urut dengan telapak tangan. Ratusan kader inti Partai Keadilan Sejahtera lahir dari asuhannya. Sebelum kena Covid, aku dan dia 'adu ilmu' di markas Sang Gerilyawan Nusantara. Aku hanya memakai jari-jariku, lalu berdiri dengan posisi kepalaku di bawah diapit dengan kedua siku. Aku pegang dia, langsung menjerit. Kakakku belum bisa menggunakan tenaga dalam. 

Aku? Pura-pura bisa saja, walau memang siapapun yang kupegang dan kukerjain, sudah pasti menjerit. 

Begitulah, pengaruh Uwo dan Yawo kepada kami. Ayah mengajarkan teknik kehidupan dan berpikir rasional. Emak? Menjelajahi langit dan lautan dengan banyak sekali kisah dari mulutnya. Emak adalah petutur yang luar biasa, runtut, lalu banyak bercerita. Aku tidak tahu, kapan Emak membaca. 

Dalam keahlian mengaji ini, jarang terdapat keluarga lain yang bisa juara. Namun jangan salah menilai. Masihg-masing keluarga punya keahlian yang berbeda-beda. Keluargaku pandai di bidang sekolah, tetapi dalam hal galas-manggalas, sekalipun Uwo adalah saudagar keliling ke Mentawai, keluarga kami tak begitu paham. Keluarga Bobby Lukman Piliang, misalnya, turun-temurun menjadi guru dan pegawai negeri sipil. Keluarga Mak Zayadi, ahli di bidang keuangan, perbendaharaan. Itu juga yang membuat Mamanda kami, Haji Refrizal, jadi pengusaha sekaligus Ustaz yang disegani barangkali di jajaran majelis Syuro Partai keadilan Sejahtera sejak masih bernama Partai Keadilan kali, ya? Tiap hari, akun-akun media sosial Mamanda kami yang pandai main sepakbola ini selalu berisi tentang Habib Rizieq Shihab. 

Kembali ke soal perhelatan di surau. Tahu sendirilah bahwa anak-anak gadis tercantik tidak pernah menang, walau ia menjadi incaran banyak lelaki. Pertama, karena memang mereka cantik. Kedua, orang tua mereka berada di lingkungan kejaksaan atau kepolisian. Anak dari Etek Kandungku, adik dari ibuku, Yusnida yang membuat siapapun tercekat ketika mendengar mengaji, salah satunya. Mereka, sepupu-sepupuku itu, termasuk paling cantik se dusun kami, eh, sampai ke sekolah. Tapi mereka sudah pasti tak bisa mengalahkan mama mereka, apalagi menyamainya. Kalau mendengar emakku mengaji, mereka manyaringai, membandingkan dengan mama mereka. Kalau disuruh mengaji? Manjilapai, tak tentu yang akan ditunjuk dari ayat dan surat yang dibaca.  

Andai mereka pernah didik oleh Yawoku lama, bisa pedis kaki mereka kena lidi. Mereka cantik, blasteran Minang - Mentawai. Pak Abisai adalah seorang polisi yang disegani di seluruh Kepulauan Mentawai, berdinas di Sungai Dareh, Sijunjung. Sisungut-nya saja bengkok, seperti artis-artis dalam film India. Tinggi. Gagah. Hanya satu orang yang bisa menyamai atau mengalahkan kegagahan Pak Abisai. Ya, siapa lagi kalau bukan Pak Boestami, ayahku! Jika nilai Pak Abisai 9, nilai ayahku 9,1. 

Karena tempat duduk para bujangan dan anak-anak gadis dipisahkan oleh orang-orang tua, maka yang terjadi hanyalah lirik-lirikan, sambil cengengesan atau saling cubit. 

"Eh, dia lihat kesini. Waduh, cantik nian dia dengan kerudungnya!" dan ucapan-ucapan yang lain.  

Biasanya yang mengajukan ucapan itu adalah lelaki yang lebih tua untuk menggoda yang muda. 

Almarhum Uda Zal, Uda Luk dan Uda Us yang sering menggoda anak-anak lelaki yang menyukai anak-anak gadis yang duduk di ujung tempat duduk pengajian. Yang paling lucu adalah ketika ketiga orang sarjana di dusun kami itu bermain silat. Menurutku, Uda Luk lebih pandai memainkan jurus. Atau kesan saja, akibat Uda Zal dan Uda Us sering bersiloroh setiap kali sepakan kaki atau tangan dari guru kami, almarhum Mak Burin masuk ke kaki atau hulu hati mereka? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun