Dari empat orang calon gubernur Sumbar, hanya satu orang yang lengkap menjadi eksekutif. Yakni dari Aparatur Sipil Negara atau Pegawai Negeri Sipil sejak tamat Sekolah Menengah Atas, Bupati Pesisir Selatan selama dua periode, setelah itu Wakil Gubernur Sumbar. Artinya, sangat memahami apa yang menjadi bidang pekerjaan menjadi seorang pimpinan eksekutif. Tokoh itu adalah Nasrul Abit.
Tiga orang yang lain sama sekali tak memiliki karier sebagai ASN yang lengkap.
Yang tentu punya pengalaman teritorial di pelbagai daerah adalah Fakhrizal, ASN di Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sejak Polri dipisahkan dengan Tentara Nasional Indonesia, tugas keamanan dan supremasi sipil diserahkan kepada Polri. Fakhrizal sangat profesional di bidang ini. Fakhrizal termasuk sosok yang menjadikan kepolisian di Sumbar, khususnya, pun dalam instansi kepolisian di Mabes Polri, umumnya, tidak lagi dikenal tajam ke bawah, tumpul ke atas. Ia memiliki reputasi membantu kalangan warga biasa dalam meraih keadilan.
Mahyeldi Ansyarullah adalah seorang ulama yang berkiprah menjadi umara. Ia berhasil memadukan nilai-nilai relegiusitas dengan kepemimpinan formal yang sekular. Tak kehilangan jati diri sebagai seorang ustadz. Perubahan yang terjadi dalam kepemimpinan Mahyeldi, menurut saya sangat bisa dijadikan satu buku yang baik di masa datang.
Mulyadi, saya tidak tahu kiprah di DPR RI. Tetapi ia berhasil membuat pemahaman yang baik di lapangan. Lampu-lampu jalanan, misalnya, terdapat nama Mulyadi sebagai legislator nasional yang "membawa" ke Sumbar. Tim yang bekerja untuk Mulyadi menurut saya adalah tim terbaik selama lima belas tahun terakhir ini, dalam menyambung hubungan emosional antara legislator dengan publik badarai.
Saya tentu coba ikuti kiprah Mulyadi, walau sangat sukar mendapatkan data. Bahkan, saya sendiri belum pernah berdiskusi secara pribadi dengannya. Akun media sosialnya pun tidak ada dalam daftar yang saya ikuti. Walau, saya sangat dekat dengan Andi Arief, Panca, dan kader-kader Partai Demokrat lain. Bahkan tentu dengan Hinca Panjaitan. Soal kedekatan dengan Andi Alifian Mallarangeng (Anto) dan Anas Urbaninggrum, dua sosok yang membentuk karakter awal Partai Demokrat, jangan tanya lagi. Dibanding dengan Rizal Mallarangeng (Celli), tentu saya lebih dekat dengan Anto.Â
Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, pernah menelepon saya sebanyak sembilan kali. Missedcall. Saya telepon Syarief Hassan, setelah membaca pesan beliau. Sejumlah profesional yang bekerja di lingkungan Pak SBY ataupun Agus Harimukti Yudhoyono adalah "jebolan" pendidikan khusus dari saya pribadi. Â
Anto, Anas, ataupun Hinca, adalah sosok-sosok masyarakat sipil sebelum masuk ke dalam lingkungan komunitas politik.Â
Ketika Koalisi Media mengawal proses transisi demokrasi di bidang pers dan penyiaran, saya menjadi Manager Program. Hinca Panjaitan, Garin Nugroho, Agus Pambagio, Lukas Luwarso, Agus Sudibyo, Dono Prasetyo, hingga Mariza Hamid adalah dedengkot dalam Koalisi Media ini. Hinca dan kawan-kawan bergerak dengan Pohon Demokrasi ke seluruh negeri.
Bersama Garin Nugroho juga saya terlibat dalam pembuatan film Pustaka Tokoh Bangsa, antara lain sosok Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Syahrir. Kami bekerjasama dengan putra-putri dari tokoh-tokoh penting itu. Silakan cari "Bung Hatta: Kesunyian Yang Berbisik".