Sebulan menjelang pendaftaran, pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumatera Barat (Sumbar) memasuki tahap krusial. Yakni, penentuan (segera) calon-calon yang bakal diusung. Di atas kertas, setelah pasangan Fakhrizal - Genius Umar gagal memenuhi syarat calon perseorangan, masih bisa terbentuk maksimal empat pasangan calon.Â
Dari 65 kursi Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Provinsi Sumbar, terdapat komposisi yang menarik: 14 (Partai Gerindra), 10 (Partai Keadilan Sejahtera - PKS), 10 (Partai Amanat Nasional -PAN), 10 (Partai Demokrat), 8 (Partai Golkar), 4 (Partai Persatuan Pembangunan - PPP), 3 (Partai Nasdem), 3 (Partai Kebangkitan Bangsa - PKB) dan 3 (PDI Perjuangan). Â Syarat untuk mengusung minimal 14 kursi.
Dua pasang calon sudah mendekati final, yakni Nasrul Abit - Indra Catri yang diusung Partai Gerindra (14 kursi) dan Mulyadi - Ali Mukhni yang diusung oleh Partai Demokrat (10 kursi) dan PAN (10 kursi). Sudah 34 kursi yang terangkut.
Belakangan, Partai Golkar (8 kursi) membangun poros baru bersama Partai Nasdem (3 kursi) dan PKB (3 kursi). Bolehlah poros ini disebut Poros New Normal. Koalisi kuning-biru-hijau. Penggagas Poros New Normal ini adalah pimpinan partai di tingkat provinsi. Tentu, saya membangun komunikasi dengan pimpinan pusat partai. Sebagai Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar dengan wilayah koordinasi seluruh Sumbar, penulis punya subjektifitas dalam hal ini.
"Tunggu surprised!" jawab Aditya Willy, petinggi Partai Nasdem yang saya tidak tahu jabatannya.
"Terkait Pilgub, tinggal menunggu jadwal pembahasan dengan DPP," balas Haji Alex Lukman, Ketua DPD PDI Perjuangan Sumbar.
Saya merasa tak perlu berkomunikasi dengan sahabat saya, Wakil Ketua Umum DPP PKB M Hanif Dhakiri, terkait sikap PKB. Siapa pula politisi asal Sumbar yang berani berhadapan dengan Febby Dt Bangso? Lebih satu dekade saya kenal Febby, sulit sekali mengalahkan kelincahan, keuletan, dan penguasaan bola Febby. Ndak ada lapangan permainan saja, Febby bisa bermain sendiri dengan spartan, ligat dan presisi.
Jika Poros New Normal Sumbar ini berhasil solid, bahkan bisa bertambah dengan PDI Perjuangan, bagaimana dengan Mahyeldi Ansharullah dari PKS (10 kursi)? Satu-satunya partai yang bisa memenuhi syarat untuk diusung bersama tinggal PPP yang punya 4 kursi.
Dari dua pasangan yang sudah diumumkan, empat teritorial sudah terwakili, yakni Kab Pesisir Selatan (Nasrul Abitt), Kota Bukittinggi - Kab Agam (Indra Catri), Kota Pariaman - Â Kab Padang Pariaman (Ali Mukhni) dan Kota Payakumbuh - Kab 50 Kota (Mulyadi). Teritorial yang belum terwakili adalah Kota Solok (termasuk Kabupaten Solok dan Kab Solok Selatan), Kab Pasaman (dan Kab Pasaman Barat), Kota Sawahlunto (plus Kab Sijunjung dan Kab Dharmasraya) dan Kab Tanah Datar (tukuk Kota Padang Panjang). Populasi Ksb Kepulauan Mentawai terlalu kecil untuk dihitung sebagai kekuatan politik.
Padang?
Sejak dulu penulis tak memasukkan Padang sebagai basis politik dalam pilgub Sumbar. Padang tidak mewakili teritorial subetnografis apapun. Padang adalah kota pedagang kaki lima atau pasar besar yang menjadi ibukota provinsi pada tahun 1958. Alasan perpindahan Ibukota Sumbar dari Bukittinggi ke Padang tentu sangat terang-benderang: Bukittinggi semakin identik dengan Ibukota Pemerintahan Revolusioner Rakyat Indonesia (PRRI). Bolehlah nanti diskusi lebih panjang tentang posisi menarik kota yang paling besar populasinya ini, namun sulit menjadi tempat bersandar politisi Sumbar moderen.