Bapak Republik Indonesia, Tan Malaka, menyebut merdeka 100 persen sebagai tujuan revolusi. Tujuan itu menjadi virus yang menyatukan sebagian besar elemen perlawanan terhadap Belanda.Â
Wadah Persatuan Perjuangan yang dibentuk bukan hanya beranggotakan laskar-laskar rakyat, dari ideologi kanan, kiri atau tengah, tetapi juga ikut melibatkan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Secara garis besar, merdeka 100% berarti terbebas dari jeratan kolonialisme. Bentuk jeratan itu adalah kapitalisme, feodalisme dan mistisisme.Â
Guna memberikan panduan kepada seluruh elemen bangsa yang bergerak, Tan menulis naskah Sang Gerilya: Politik dan Ekonomi. Naskah itu lebih banyak disingkat menjadi Gerpolek dalam buku-buku yang diterbitkan.
"Sang Gerilya haruslah dengan tenaga-tegap menghadapi musuh, mempergunakan keadaan alam, tempat, tempo (waktu), orang dan senjata.
Sang Gerilya sedang melakukan siasat maju-mundur itu, tak mengenal putus asa, melainkan selalu memegang tekad-keberanian dan kepercayaan atas kemenangan, pantang menyerah, walaupun menghadapi ancaman dari semua penjuru.
Sang Gerilya yang berlaku seperti kakak kepada yang lebih muda, seperti adik kepada yang lebih tua oleh karena kelebihannya serta pengetahuan atau kesanggupan. Tiap-tiap prajuritnya Sang Gerilya diterima perintahnya oleh pasukannya buat dijalankan dengan segala ketaatan dan kecepatan."
Taktik perang gerilya Tan Malaka konon juga dipakai oleh kaum nasionalis Philipina, China, hingga Vietnam. Tan memiliki jaringan pergaulan yang luas.Â
Ia hadir dalam Kongres Komunis Internasional (Kominteren) dalam pemilihan Josef Stalin sebagai Sekretaris Jenderal Kominteren pada tahun 1925. Tapi hanya dalam waktu satu tahun, Tan melawan Stalin dalam rencana pemberontakan Partai Komunis Indonesia di Hindia Belanda.
AH Nasution menggunakan naskah Tan guna merumuskan strategi perang gerilya Tentara Nasional Indonesia. Jika Sun Tzu dikenal sebagai ahli militer Tiongkok Kuno pada tahun 771-476 Sebelum Masehi, Tan adalah ahli militer pada awal abad ke-19.
Dengan gerpolek, paling tidak dua hadangan bisa disingkirkan, yakni kapitalisme dan feodalisme. Namun, terdapat perang jangka panjang yang nyaris abadi, yakni menghadapi mistisisme.Â