Mohon tunggu...
Indra Joko
Indra Joko Mohon Tunggu... Administrasi - OK

Irfan Hermawan Setyadi

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Setelah Cross Border QR Code, Mata Uang Tunggal ASEAN Mau?

3 Juni 2023   17:13 Diperbarui: 3 Juni 2023   17:28 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.idxchannel.com/economics/begini-sejarah-emas-sebagai-alat-pertukaran-zaman-dulu

Pernahkah Anda membayangkan ekspedisi para pedagang pada masa kejayaan Majapahit yang pergi ke negeri Champa dan Khmer? Mereka berasal dari tanah yang berbeda, dengan bahasa yang berbeda, namun mereka bersatu dalam satu tujuan ekonomi. Pada masa itu, nilai tukar mata uang yang fluktuatif atau kegunaan alat pembayaran mereka di negeri asing bukanlah masalah yang memusingkan. Mayoritas perdagangan pada masa itu dilakukan melalui barter komoditas, dan jika menggunakan mata uang, emas menjadi pilihan yang umum di seluruh kawasan. Secara historis, wilayah ASEAN telah terhubung secara ekonomi sebagai bagian dari jalur perdagangan strategis antara Timur dan Barat.

Konektivitas ekonomi di kawasan ASEAN telah menjadi impian yang lama dinanti. Namun, dalam hal konektivitas sistem pembayaran, situasinya justru menjadi lebih rumit di masa sekarang. Setiap negara dalam ASEAN memiliki mata uang sendiri, yang menambah kompleksitas dalam hal ini. Tidaklah semudah ekspedisi ke Champa dan Khmer pada masa lalu. Saat ini, sebelas negara ASEAN memiliki otonomi moneter yang berbeda, termasuk kebijakan suku bunga, nilai tukar, dan kebijakan fiskal.

Melangkah maju melewati semua tantangan, inisiatif Regional Payment Connectivity (RPC) yang sedang dikerjakan oleh Bank Indonesia dan bank sentral negara-negara ASEAN lainnya memberikan semangat baru bagi para pelaku ekonomi di dalam dan di luar wilayah. ASEAN bertekad untuk tidak ketinggalan dibandingkan dengan kawasan regional lainnya. Di Asia, misalnya, negara-negara Asia Timur telah menjadi pusat ekonomi yang kuat, sedangkan di kawasan barat, negara-negara Arab menonjol dengan kekayaan sumber daya minyaknya. Sementara itu, kawasan Asia Selatan dengan kehadiran India dan bonus demografisnya menimbulkan tantangan baru. Oleh karena itu, ASEAN perlu memperkuat kesatuan dan kekompakan untuk menghadapi tuntutan global saat ini.

Penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) di negara-negara ASEAN semakin meluas dan berkembang pesat. QRIS telah menjadi tren yang signifikan dalam sistem pembayaran elektronik di wilayah ini. Meskipun QRIS awalnya diperkenalkan sebagai standar kode QR untuk pembayaran digital di Indonesia pada tahun 2019, negara-negara ASEAN lainnya juga telah mengadopsi atau sedang mempertimbangkan implementasi QRIS guna memfasilitasi pembayaran yang lebih mudah dan efisien.

QRIS memainkan peran penting dalam mempermudah transaksi keuangan melalui aplikasi dompet digital dengan menggunakan kode QR seragam. Hal ini memungkinkan pengguna untuk melakukan pembayaran tanpa khawatir tentang kompatibilitas antara berbagai platform pembayaran. Singapura misalnya, meluncurkan inisiatif QRIS bernama SGQR pada tahun 2018. Thailand juga telah mengadopsi QRIS melalui standar QR Code Thai PromptPay. Sementara itu, Malaysia tengah mengembangkan dan akan segera meluncurkan QRIS nasional yang diharapkan dapat mencakup berbagai metode pembayaran elektronik dalam satu kode QR seragam.

QRIS diharapkan dapat meningkatkan kemudahan transaksi dan mengurangi biaya yang terkait dengan penerbitan dan pemeliharaan berbagai jenis kode QR yang berbeda di masing-masing negara. Dengan adopsi QRIS, diharapkan masyarakat ASEAN dapat menikmati pengalaman pembayaran yang lebih lancar dan efisien di seluruh wilayah, mendorong pertumbuhan ekonomi digital, dan memperkuat integrasi regional dalam hal sistem pembayaran elektronik.

Upaya mengkoneksikan sistem pembayaran di ASEAN menggunakan QRIS telah dimulai dari Indonesia dan Thailand. QRIS di Indonesia dan QRIS di Thailand memiliki persamaan dalam konsep penggunaan kode QR seragam untuk memfasilitasi pembayaran elektronik. Meskipun kedua negara memiliki implementasi QRIS yang terpisah, upaya telah dilakukan untuk memperluas konektivitas antara keduanya. Kedua negara telah mengadopsi standar QR Code internasional yang disarankan oleh International Organization for Standardization (ISO) dan Merchant Presented QR Code Specification yang dikeluarkan oleh EMVCo. Hal ini membantu memastikan kompatibilitas antara QRIS di Indonesia dan Thailand serta memungkinkan pengguna dari kedua negara untuk melakukan pembayaran menggunakan kode QR yang sama.

Penggunaan QRIS sebagai sarana konektivitas pembayaran secara nilai ekonomi tentunya masih sangat kecil dibandingkan dengan seluruh transaksi ekonomi di kawasan. Namun hal ini tentunya menjadi semacam celah kunci untuk membuka pintu konektivitas pembayaran di kawasan tersebut. Berkaca dari Eropa yang kini telah memiliki mata uang tunggal yang kuat EURO sehingga negara-negara EUROZONE memiliki stabilitas ekonomi yang lebih besar, risiko keuangan yang minim, dan mempromosikan integrasi ekonomi di wilayah tersebut sebagai satu kekuatan ekonomi dunia. ASEAN tentu dapat memikirkan lebih jauh tentang mata uang tunggal.

Kita tentu masih ingat krisis Juli 1997, ketika investor asing kehilangan kepercayaan terhadap Baht Thailand dan mulai menjual aset-aset mereka. Pemerintah Thailand berusaha untuk mempertahankan nilai tukar Baht, tetapi cadangan devisa mereka tidak mencukupi untuk melawan spekulasi pasar. Pada akhirnya, Thailand terpaksa membiarkan nilai tukar Baht mengambang bebas pada 2 Juli 1997. Jatuhnya Baht Thailand menciptakan efek domino di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Investor asing yang panik mulai menarik dana mereka dari negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Mata uang negara-negara tersebut mengalami tekanan, dan pemerintah terpaksa mengeluarkan cadangan devisa mereka untuk mempertahankan nilai tukar. Krisis ekonomi tersebut menyebabkan penurunan nilai mata uang, penurunan pasar saham, dan penurunan ekonomi yang signifikan di banyak negara Asia Tenggara. Banyak perusahaan mengalami kebangkrutan, dan tingkat pengangguran meningkat drastis. Krisis ini juga memiliki dampak sosial yang serius, seperti meningkatnya kemiskinan dan ketidakstabilan politik.

Adanya mata uang tunggal dapat meningkatkan integrasi ekonomi antara negara-negara anggota ASEAN. Ini dapat memfasilitasi perdagangan, investasi, dan mobilitas modal antara negara-negara tersebut. Mata uang tunggal dapat membantu mengurangi ketidakpastian dan risiko valuta asing dalam perdagangan antarnegara, yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing ekonomi ASEAN secara keseluruhan. Penggunaan mata uang tunggal juga dapat mempermudah perjalanan dan transaksi di antara negara-negara anggota ASEAN, menyederhanakan proses pertukaran uang dan memungkinkan para wisatawan dan pelaku bisnis untuk berinteraksi dengan lebih mudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun