Mohon tunggu...
Indra Gumilar
Indra Gumilar Mohon Tunggu... -

asli urang Bandung

Selanjutnya

Tutup

Money

Master of The Earth (Khalifah fil Ardh)

30 Mei 2015   10:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:27 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era informasi seperti saat ini, siapa yang menguasai jaringan maka dia lah yang mempunyai kendali paling kuat atas dinamika peradaban manusia di muka Bumi ini. Menguasai jaringan bukanlah sekedar mempunyai gagasan yang bersifat orisinil, karena gagasan pada dasarnya bisa di create dan dibeli ataupun dicuri, bahkan bisa dipilih mana gagasan yang bisa diorbitkan (dipopulerkan) ataupun mana yang diredam dan ditenggelamkan.
Menguasai jaringan pun bukan hanya sekedar uang banyak, karena uang hanyalah salah satu sumber daya saja. Menguasai jaringan dalam hal ini harus menguasai berbagai simpul-simpul sumber daya dan mampu bergerak secara global ke setiap lini dan setiap sumber daya. Ibarat aliran darah, maka dia mampu beredar dan berpengaruh kuat terhadap hidupnya sebuah tubuh manusia. Aliran darah mampu mengoptimalkan dan berdaya jangkau meliputi jantung, hati, paru-paru, lambung, usus, hingga otak. Dimana setiap organ tubuh tadi mempunyai property, sifat, tupoksi, dan karakternya masing-masing atau dengan kata lain mempunyai system “logika” nya masing-masing. Aliran darah paham betul bagaimana “bergaul” dengan semua organ tubuh tersebut.

Harus diakui bahwa sumber daya paling vital peranannya saat ini adalah penguasaan sektor ekonomi, atau lebih tepatnya sektor bisnis global, atau lebih tepatnya lagi penguasaan sektor legal dan finance (dimana legal dan finance ini bisa kita anggap aliran darah-nya ekonomi). Bangsa Tiongkok saat ini dianggap yang paling menguasai jenis sumber daya ini, dimana pada perkembangannya berimbas pada penguasaan sumber-sumber daya lainnya yang dibentuk oleh keinginan dan visi yang kuat. Imbas pada penguatan sumber-sumber daya lainnya yaitu mulai sumber daya kolateral (cash maupun fix collateral dimana beberapa bank milik Tiongkok mampu berperan sebagai lembaga yang meminjamkan dana dan investasi kepada sebuah ataupun beberapa Negara, termasuk Indonesia), sumber daya lainnya ialah sumber daya intelektual dimana pada seluruh sektor bidang sains dan disiplin ilmu bangsa Tiongkok berlomba-lomba memperkuat kualitas intelektualnya. Dan juga perkuatan pada berbagai sumber daya lainnya.

Nah, di luar konteks Tiongkok sebagai sebuah entitas negara, kita pun bisa melihat perspektif Tiongkok sebagai sebuah entitas peradaban (civilization) yang memiliki jaringan bukan hanya seputar pemerintah yang di dalam batas kota Beijing, melainkan meliputi pusat-pusat perdagangan dan denyut ekonomi dunia seperti Shanghai dan Hongkong. Hal ini tentu saja yang kasat mata, karena yang “tidak kasat mata” pun ternyata mempunyai pengaruh yang lebih kuat, bagaikan aliran darah yang tadi saya ilustrasikan yaitu berupa jaringan investasi bangsa Tiongkok seperti HSBC misalnya ataupun jaringan merk dan trading bisnis untuk sektor industri riil. Bangsa Tiongkok secara tidak langsung terus menerus secara ofensif melakukan ekspansi ke seluruh penjuru dunia, bahkan hingga ke benua Afrika. Well… dengan demikian bangsa Tiongkok berhasil mengkombinasikan kapitalisme yang dibungkus komunisme & sosialisme.

Kembali ke pembahasan tentang jaringan, maka di era informasi saya melihat konsep penta helix sebagai point utama penggerak sebuah entitas peradaban. Kelima helix tadi adalah pemerintah, civil society, sektor riset (yang berbasiskan akademisi perguruan tinggi), dan sektor bisnis, serta para penguasa system dan teknologi informasi (yaitu para raja software, media social, dan situs pencari global, dimana helix yang satu ini berperan sebagai matra atau media bagi keempat helix yang lainnya). Memang kalau mengacu pada asumsi atau hipotesis (teori) konspirasi maka sangat dimungkinkan ada pihak-pihak tertentu yang menguasai ke-lima helix tersebut sebagai suatu kesatuan dibawah kendali dan pengaruh pihak ini, entah siapa mereka, tapi sekali lagi sangat mungkin atau setidaknya suatu saat akan bisa dikuasai oleh pihak-pihak tertentu ini. Karena merupakan sebuah hal manusiawi adanya dorongan untuk menguasai semua helix tadi.

Jika kita analisis, pihak yang paling mungkin menguasai kesemua helix tadi bisa berasal dari salah satu helix yang ada… bisa berasal dari sebuah rezim pemerintahan, atau sosok bisnis, atau bisa juga dari kalangan civil society dan lainnya…??, yang jelas tampaknya hingga saat ini pertarungan untuk menuju pada penguasaan jaringan global dengan matra kelima helix tersebut hingga saat ini masih terus berlangsung semakin ketat. Nah yang menarik siapa yang pertama jadi penguasa jaringan terkuat di dunia ini bisa bermula dari sebuah bangsa, kelompok, komunitas, atau bahkan perorangan… artinya bisa dimulai dari anda atau saya misalnya ….

Kompetisi dalam konteks kehidupan social maupun konteks peradaban saat ini semakin kencang dan bervariasi. Ibarat kompetisi sepakbola yang tidak hanya diperlukan manajemen yang kuat, uang yang banyak untuk belanja pemain, kejeniusan para menajer dan pelatih, sarana dan prasarana, agenda, perencanaan dan penyusunan taktik serta strategi, fleksibilitas strategi pada setiap pertandingan, hingga termasuk aturan main yang terus diperketat dan memiliki tempo semakin meningkat, bahkan hingga perang opini dan perang isu antar supporter, termasuk yang tidak kalah dahsyat antar media. Demikian pula kompetisi dalam kedua konteks yang tadi saya sebutkan.
Selamat berkompetisi dan bertarung sesuai dengan cara dan gaya bertarung yang anda kuasai….
# wilujeng wayah kieu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun