Kembali kita disajikan pada sebuah kasus pembantaian terhadap 6 Laskar Front Pembela Islam yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 50 yang menewaskan 6 orang Laskar FPI pada hari Senin tanggal 7 Desember 2020 tahun lalu.
Yang mana pada saat itu 6 orang Laskar ini sedang melakukan pengawalan terhadap Habib Rizieq Shihab beserta keluarga besarnya setelah bersilaturahmi sekaligus mengajar kepada santri-santrinya yang berada di Pondok Pesantren Markaz Syariah Megamendung Bogor.
Selain melakukan pengawalan terhadap IB Habib Rizieq shihab, 6 Laskar ini melakukan pengawalan terhadap imam besar Front Santri Indonesia (FSI), yaitu Habib Hanif Alathas menantunya Habib Rizieq Shihab.
Setelah melakukan kegiatannya di pondok pesantren yang berada di Megamendung, Habib Rizieq beserta keluarganya sedang dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya yaitu di daerah petamburan Jakarta Pusat.
Berawal dari keberangkatan HRS ke Megamendung menuju pondok pesantren nya yang bernama Pondok Pesantren Markaz Syariah tersebut, para Laskar pengawal HRS ini dari awal sampai mereka hendak melakukan perjalanan pulang menuju petamburan, sebelumnya mereka sudah mempunyai firasat bahwa mereka merasa ada orang yang selalu mengintai kegiatan mereka.
Firasat dan kecurigaan itupun muncul ketika HRS hendak pulang ke rumahnya yang berada di Petamburan Jakarta Pusat.
Dalam perjalanan pulang menuju petamburan, Laskar pengawal Habib Rizieq pun sontak memanggil kawan lainnya untuk terus mengawal semaksimal mungkin menjaga Mobil HRS beserta keluarga besarnya. karena dari awal, pengawal HRS ini merasa ada yang terus mengikuti setiap perjalanan mereka menuju petamburan.
Kecurigaan itu pun muncul terhadap mobil yang berada dibelakangnya itu menyalip kedepan dan hampir mengenai mobil keluarga HRS, kemudian Laskar yang mengawal Habib Rizieq pun dengan cepat terus mengawal mobil keluarga besar Habib Rizieq serta Habib Hanif Alathas selaku menantu Habib Rizieq Shihab.
Kemudian setelah rombongan keluarga Habib Rizieq Shihab itu sudah jauh dari rombongan mobil yang tak dikenal, 6 orang laskar ini pun menjadi sorotan utama rombongan mobil yang tak dikenal.
Kemudian mobil tersebut mencegat 6 orang laskar ini kemudian salah satu dari rombongan mobil ini menembaki ban mobil yang di kemudikan oleh Laskar FPI, mereka menyangka bahwa mereka sudah menembaki mobil yang dinaiki Habib Rizieq, padahal mereka sedang berhadapan dengan pengawalnya. Dan tujuan mereka yang asalnya tertuju terhadap mobil yang ditumpangi HRS alhasil mereka pun berhadapan dengan 6 orang Laskar tersebut.
kemudian mereka menembaki ban mobil Laskar tersebut, disusul ke badan mobil dari samping, depan, kemudian belakang dengan membabi buta, dari tindakan barbar tersebut seolah olah mereka sedang melakukan baku tembak menembak antara Laskar FPI dengan Polisi.
Padahal seperti yang kita ketahui bahwa Front Pembela Islam ini tidak pernah sama sekali membawa sajam, apalagi senjata api. Sangat mustahil mereka memiliki senjata-senjata tersebut, karena mereka sangat anti dan melarang membawa atau menggunakan senjata seperti itu. apalagi mereka sebelumnya baru saja melaksanakan kegiatan silaturahmi dan mengajar kepada para santrinya yang berada di wilayah megamendung bogor, jadi sangat mustahil jika para Laskar ini membawa senjata tajam, atau senjata api. Jika mereka mengklaim bahwa mereka melakukan baku tembak terhadap 6 orang Laskar ini, menurut saya itu hanya angan-angan yang dibuat untuk kepentingan mereka.
Seperti halnya kasus yang menewaskan Brigadir J, yang dimana mereka dengan santainya mengungkapkan bahwa Ferdy Sambo tengah menghadapi baku tembak dengan Brigadir J selalu ajudan istrinya. Yang dimana dia difitnah karena sudah melecehkan istrinya, tapi nyatanya segala informasi yang telah dia sampaikan itu tidak masuk akal sama sekali. Apalagi yang paling tidak masuk akal adalah dimana saat dimintai keterangan CCTV, CCTV yang berada di lokasi saat kejadian penembakan tersebut mendadak rusak, seperti halnya kasus KM 50 yang saat dimintai keterangan CCTV, CCTV tersebut mendadak rusak hampir sama persis dengan kasus yang menimpa Brigadir Josua.
Dan Akhir-akhir ini kasus yang menewaskan 6 Laskar Front Pembela Islam ini kembali disorot setelah kematian Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat, atau lebih dikenal dengan nama Brigadir J.
Dan sebelumnya Habib Rizieq pun tak menyangka bahwa yang mengejar dirinya beserta keluarganya dan yang membunuh secara beruntal terhadap pengawalnya ternyata dari pihak kepolisian, ia berfikir bahwa orang-orang yang mengejarnya adalah orang-orang jahat yang ingin mencelakai dirinya keluarganya beserta rombongan.
Ia juga menuturkan bahwa orang-orang yang mengejarnya lebih dari tiga mobil dan silih berganti berusaha untuk mendekati mobil yang ia tumpangi, dalam kesempatan itu juga HRS menjelaskan bahwa tak ada seorangpun dari pengawal yang dibekali senjata. Dan ia juga mengamini setiap kronologi penjelasan dari pihak FPI yang bertangan dengan versi kepolisian.
Dari sini kita bisa lihat bahwa kasus ini pasti ada keterkaitan dengan kepentingan politik, terlihat dari upaya pemerintah membubarkan FPI melarang penggunaaan simbol FPI dan melarang aksi 212 digelar kembali. Hal ini sudah cukup membuktikan bahwa pemerintah menggembosi dan melemahkan kelompok tertentu umat Islam supaya steril dari kritik kritis. Ditambah ambisi pemerintah untuk menjadi penguasa absolut dan memberantas kelompok yang tidak sejalan dengannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H