Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada tanggal 29 Januari 2011 sepulang dari acara Blogshop Kompasiana di Solo. Saat itu saya menuju stand Kompas cetak di salah satu sudut pameran, ditemani oleh rekan saya sesama kompasianer. "Alhamdulillah, dapat bacaan gratis" ucapku, sesaat setelah diberikan sebuah koran Warta Jateng. Agak asing membaca sekilas nama korannya. Ternyata, media baru ini jebolan kompas cetak yang sudah lampau terkenal. Nampaknya kompas menunjukkan bahwa bisnis koran cetak masih sangat potensi, walaupun media digital sudah merebak. Tapi bukan masalah bisnisnya yang akan saya bahas kali ini. Tapi pengalaman saya setelah membaca beberapa halaman dari Warta Jateng. Bukan  bermaksud mencari-cari kesalahan, tapi belajar dari postingan Pak Gustaaf Kusno yang saat itu memgomentari tentang kesalahan pengejaan dalam koran Kompas. Sebagai pembaca kita diajurkan untuk cerdas dalam membaca suatu pembertiaan. Cerdas dalam menyikapi persoalan yang ada. Cermat dalam menilai tulisan. Salah satunya adalah tata bahasa penulisan. Kalau tidak salah, Warta Jateng saat itu juga tertanggal 29 Januari 2010. Saya tidak hafal benar karena korannyapun kelupaan di kamar kos. Tumben saja saat itu saya merasa fokus membaca koran. Mungkin karena setelah mendengar paparan dari Mas Iskandar Zulakrnaen, terpacu semangat untuk menulis. Dari itu saya mencari hal apapun yang kira-kira dapat ditulis. Beberapa diantaranya sudah saya posting dalam daftar artikel saya di kompasiana. Dibilang bayi, Warta Jateng memang masih baru lahir dan belum cukup sebulan lamanya terhitung dari awal diterbitkannya. Warta Jateng secara resmi terbit pada tanggal 16 Januari 2011 sebanyak 38000 eksemplar. Jadi wajar jika masih dijumpai kesalahan-kesalahan kecil dalam proses editing-nya. Warta Jateng adalah media yang merupakan bagian dari kelompok usaha Kompas Gramedia. Sebelum mengembangkan usaha ke Semarang, para pengelola koran itu telah memulai media lokal lewat koranWarta Kota di Jakarta. Tampil dengan 16 halaman di awal terbitnya, Warta Jateng hadir untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan kalangan profesional Jateng. Karena itu lah selain sajian rubrik yang variatif, koran ini juga akan secara interaktif melibatkan pembacanya untuk mengembangkan citizen jurnalism atau jurnalisme warga (kompas.com). Baiklah, tak perlu berlama-lama. Sempat saya mengabadikannya dengan bantuan scanner tercatat beberapa kesalahan yang fatal dan bisa-bisa tidak mengandng arti atau makna yang jelas. Sebenarnya ini tidak hanya terjadi dengan Warta Jateng, koran seperti Media Indonesia-pun masih juga nampak kesalahannya. Hanya saja yang sempat saya scan adalah Warta Jateng. [caption id="attachment_87401" align="aligncenter" width="470" caption="Warta Jateng "][/caption] Sempat saya coret pada saa itu dengan pena bertinta merah. Karena posisi yang sedang dalam perjalanan dengan kereta api, agar selalu ingat maka saya tandai saja. Untuk lebih memperjelas dimana letak kekeliruannya, lebih baik kita simak fokusnya. [caption id="attachment_87403" align="aligncenter" width="518" caption="Warta Jateng"]
-----------------0O0-----------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H