Biasanya mereka hanya merasa terpaksa, wajib, atau takut dengan hukuman. Jadi mereka ini ketika ditanya mengapa membuang sampah di tong sampah, jawabannya akan berkisar karena sudah aturan sekolah, nanti dimarahi / dihukum oleh guru atau orang tua, nanti tidak naik kelas, dan lain sebagainya.
Di sini menunjukkan bahwa faktor ekstrinsik (luar diri) jauh lebih dominan daripada faktor intriksik (dalam diri) dalam pengambilan keputusan.
Sebaliknya bagi mereka yang mampu menjelaskan alasan membuang sampah di tong sampah seperti: untuk menjaga kesehatan dan keindahan lingkungan; untuk menghindari banjir; untuk menghindari penyakit; dan lain-lain.
Tingkat nalar mereka sudah di level Analisa, dalam arti mereka mampu menganalisa sendiri tindakan yang dilakukan dari sebab sampai akibatnya. Mereka tidak sekedar ikut perintah dalam melakukan sesuatu tetapi dengan kesadaran penuh. Tingkat bernalar ini sudah masuk tingkat penalaran lebih tinggi (Higher Order Thinking Skills).
Tingkat bernalar yang lebih tinggi lagi adalah evaluasi. Mereka yang memiliki kemampuan berpikir di level ini ini, akan melihat sampah bukan sekedar sampah yang harus dibuang di tong sampah, tetapi mereka bisa mengevaluasi sampah itu berbagai ragamnya, ada yang mudah didaur ulang dan ada juga yang sulit sekali didaur ulang seperti sampah plastik. Oleh karenanya, mereka memisahkan sampah-sampah tersebut berdasarkan jenisnya mulai dari sampah kertas, plastik, organic, dan lainnya. Mereka mampu mengevaluasi tindakannya sendiri.
Tingkat keterampilan berpikir paling tinggi dalam HOTS adalah menciptakan. Di sinilah manusia mampu menciptakan hal yang baru atau membuat gerakan baru untuk suatu perubaan nyata. Misalnya dengan membuat pupuk kompos dari sampah, menciptakan karya dari bahan sampah (daur ulang), maupun membuat sebuah gerakan sekolah / kampung bebas sampah.
Dengan demikian jelaslah perbedaan antara nalar rendah yang dalam bertindak hanya sebatas ikut perintah orang lain, tidak memiliki pilihan karena kewajiban semata, dan biasanya akan merasa ditekan (tidak merdeka). Sedangkan mereka yang bernalar tinggi adalah orang-orang yang selalu punya pilihan (merdeka) karena mereka sadar penuh sebab dan akibat segala tindakan yang dilakukannya.
Jika kita tidak tergoyahkan maka kita akan berani (kendel) menghadapi siapapun dalam beragumentasi. Dan orang-orang yang berani ini biasanya disebut bandel. Program Merdeka Belajar ingin mendorong manusia Indonesia yang cerdas dan mampu bertindak tanpa diperintah. Belajar karena butuh belajar bukan karena hanya ada Ujian Nasional saja. Konsep bernalar tinggi inilah yang menjadi fondasi dari SDM Unggul Indonesia.
tayang di rmol.id.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H