Merdeka Belajar sebagai paket kebijakan Mendikbud milenial, Nadiem Makarim sudah masuk ke episode ketiga. Kebijakan ini masih menghadirkan beragam pertanyaan di kalangan masyarakat termasuk para insan pendidikan. Bukankah Indonesia sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945? Mengapa sekarang baru disuruh merdeka? Apakah maksud dari dan tujuan dari kebijakan ini?
Seorang novelis Amerika Serikat bernama Walter Mosley mengatakan, "Freedom is a state of mind, our bodies cannot know absolute freedom but our minds can (red: kemerdekaan adalah suatu kondisi pikiran, badan kita tidak akan pernah merasakan kemerdekaan yang mutlak tetapi pikiran kita bisa)." Jika kemerdekaan berhubungan dengan pikiran maka kemerdekaan akan berhubungan dengan tingkat penalaran.
Dalam dunia pendidikan klasifikasi tingkat penalaran ini sering disebut taksonomi. Di abad 21 ini, taksonomi sering dijadikan acuan dalam dunia pendidikan adalah karya Lorin Anderson dan David Krathwohl tahun 2001, yang lebih dikenal dengan istilah penalaran tingkat lebih tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS). HOTS merupakan revisi dari taksonomi yang disusun oleh Benjamin Bloom tahun 1956.
Dalam konsep HOTS terdapat enam tingkatan kemampuan bernalar manusia, dimulai dari yang paling rendah yakni mengingat / menghafal (remembering), kemudian memahami (understanding), mengaplikasi / menerapkan (applying), menganalisa (analyzing), mengevaluasi / menilai (evaluating), dan tingkatan yang paling tinggi adalah mencipta (creating).
Kemampuan berpikir menghafal, memahami dan menerapkan disebut dengan penalaran dengan tingkat yang lebih rendah (Lower Order Thinking Skills), sedangkan untuk kemampuan menganalisa, mengevaluasi, dan menciptakan termasuk ke dalam kategori kemampuan berpikir tingkat yang lebih tinggi (Higher Order Thinking Skills).
Banyak pendidik banyak yang sangat yakin bahwa mengingat / menghafal adalah konsep yang paling penting dalam pendidikan, seringkali saya terlibat dalam perbedebatan ini. Menurut saya, otak manusia bukan diciptakan untuk menyimpan informasi. Terbukti dengan segala sesuatu yang kita hafalkan sebagian besar akan kita lupakan.
Terbukti apabila seseorang belajar dengan pola SKS (sistem kebut semalam) saat menghadapi ujian pada keesokan hari, walaupin pola ini cukup bermanfaat untuk menghadapi ujian, namun setelah ujian biasanya materi-materi tersebut akan terlupakan. Artinya apa yang sudah dipelajari tidak bermanfaat untuk hidup karena sudah dilupakan.
Hal ini ditegaskan oleh kajian seorang psikolog Jerman yang bernama Hermann Ebbinghaus dengan Kurva Lupa Manusia (Human Forgetting Curve). Ini yang membuat menghafal ditempatkan di tingkat nalar yang paling rendah.
Tingkatan selanjutnya adalah memahami. Contoh, apabila anak-anak sekolah diberikan pertanyaan sebagai berikut:
Di manakah tempat yang paling tepat untuk membuat sampah?
a. Laut b. Sungai
c. Trotoar d. Tong Sampah
Kita akan sangat yakin bahwa semuanya akan menjawab d. Tong Sampah dengan benar. Walaupun secara teori mereka sudah tahu jawaban yang benar tetapi hal ini bukan berarti dalam kehidupan sehari-hari anak-anak tersebut mampu dan mau membuang sampah di tong sampah. Jadi dalam tingkat nalar ini, mereka hanya mampu memahami teori saja tanpa mempu mempraktikkan.
Sedangkan bagi mereka yang sudah mampu membuang sampah di tong sampah ada dua kemungkinan tingkat penalarannya. Yang termasuk dalam penalaran tingkat yang lebih rendah (LOTS) adalah mereka yang walaupun mampu mengaplikasikan / mempraktikkan dalam tindakan nyata namun mereka tidak tahu mengapa mereka melakukan hal tersebut.