Ketiga, belum terbukanya akses pendidikan. Meskipun ada Kartu Indonesia Pintar (KIP), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bahkan Bidikmisi untuk perguruan tinggi, namun persentase peningkatan Angka Partisipasi Murni (APM) kurang dari satu persen dalam kurun waktu empat tahun terakhir.
Apa penyebabnya? Tak lain karena sekolah negeri didominasi siswa dari golongan ekonomi atas, serta pembangunan unit sekolah belum berdasarkan data. Banyak daerah yang daya tampung sekolah diatas jumlah siswa usia sekolah.
Adanya KIP yang diluncurkan pada 2014, tidak terbukti meningkatkan APM. Untuk SD, kenaikan hanya 0,77 persen sejak 2014, SMP yakni 0,87 persen, dan SMA sederajat hanya 0,92 persen.
KIP memang meningkatkan jumlah siswa yang bersekolah, tapi secara persentase hanya dibawah satu persen. Jauh lebih kecil dari pemerintahan sebelumnya.
Keempat, tata kelola guru perlu perbaikan. Rasio guru dan murid kita lebih unggul dibandingkan negara lain. Untuk SD, rasio guru dan murid 1:14 atau dengan kata lain, satu guru mengajar 14 siswa.
Untuk SMP dan SMA rasionya adalah 1:15, dan rasio guru dan murid untuk SMK lebih unggul lagi yakni 1:6. Rasio ini hanya kalah dibandingkan Jepang, tapi dibandingkan Singapura, Amerika Serikat, Tiongkok, Indonesia jauh lebih unggul.
Sayangnya, rasio siswa dan guru berhubungan dengan biaya, namun tidak dengan hasil pembelajaran.
Bahkan data dari Kemendikbud (2015) menyebutkan pertumbuhan jumlah siswa di lembaga pendidikan dasar menengah selama kurun waktu 1999 hingga 2015, sebesar 17 persen.
Disisi lain dalam kurun waktu yang sama, pertumbuhan guru PNS sebanyak 23 persen dan guru honorer 860 persen. Atau dengan kata lain, pertumbuhan tenaga pendidik melampau peserta didik.
Selain itu, kompetensi guru pun harus mendapatkan perhatian lebih. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) hanya guru di 10 provinsi yang memiliki nilai diatas rata-rata 56,69.
Lainnya nilai UKG dibawah rata-rata. Pertanyaannya, bagaimana mungkin anak-anak kita diajar oleh guru-guru yang kompetensinya dibawah rata-rata. Laporan ACDP Indonesia menyebutkan mendekati 14 persen guru di Tanah Air bolos mengajar.