Tak pernah terbayangkan sebelumnya untuk melewati siang yang terik dan malam yang dingin di gurun pasir. Pada Juli 2011 lalu, saya dan 4 orang teman akhirnya bisa merasakan pengalaman yang luar biasa ini. Gurun Thar. Gurun pasir yang terletak di India dan Pakistan bagian utara ini adalah gurun terluas ke-8 di dunia dengan luas 230.000 mil persegi. Gurun ini juga termasuk dalam gurun kategori sangat kering, karena hampir tidak pernah turun hujan di sepanjang tahun. Pada musim panas suhu di sini bisa mencapai 60 derajat Celcius. Kami tiba di kota Jaisalmer pada hari ke-6 di India setelah naik bus dari kota Udaipur pada malam harinya. Meskipun masih pagi, suhu udara di kota ini sangat panas. Terasa cukup kontras karena kami sudah terbiasa dengan udara di Udaipur yang cukup sejuk pada dua hari sebelumnya. Selain ingin berpetualang di kota Jaisalmer, tujuan utama kami kesini adalah menikmati camel safari. Jalan-jalan di gurun pasir dengan menunggangi onta. Kami langsung mencari jasa penyedia camel safari. Sesuai dengan referensi dari internet, kami mencari Mr. Desert si pemilik tour yang sudah terkenal ke mancanegara. Tempat si Mr. Desert ini juga jadi tempat janjian bagi kami untuk bertemu Musthofa, salah seorang teman perjalanan yang berpisah di Jaipur. Setelah dari Jaipur, saya dan 3 teman lainnya menuju Udaipur, sementara dia menuju kota lain. Kami janjian untuk bertemu lagi di Jaisalmer, tepatnya di tempat tour-nya si Mr. Desert. Sambil menunggu Musthofa, kami menanyakan paket-paket camel safari yang ditawarkan oleh si Mr. Desert, sambil ngadem tentunya. Penawarannya cukup menarik, apalagi kami mengaku sebagai student, sehingga dapat diskon yang lumayan. Tak lama, si Mus datang. Tapi dia memanggil kami untuk keluar dari tempatnya si Mr. Desert, Mus bilang dia juga sudah menerima tawaran dari pemilik tour lain yang katanya lebih murah. Kami segera berlalu dari tempat Mr. Desert dan segera mengikuti Mus. Kami menyewa Autoriksaw lagi untuk menuju hotel. Hotel yang kami tempati termasuk dalam paket penawaran camel safari yang didapat si Mus. Dengan harga 1800 Rupees/orang kami mendapatkan camel safari, makan malam di gurun dan hotel sampai keesokan harinya. Kami beristirahat sebentar sambil mencari makan siang. Suhu yang sangat tinggi memaksa kami jalan-jalan di perkampungan sekitaran hotel saja. Sekitar pukul 4 sore, kami mulai bersiap-siap untuk camel safari kami. Pukul setengah 5, Jeep yang akan membawa kami ke gurun sudah datang. Kami langsung saja berangkat untuk petualangan yang belum pernah kami rasakan.
Sebelum sampai di Starting Point camel safari-nya, si supir membawa kami ke perkampungan penduduk di pinggiran gurun. Mungkin kurang tepat disebut “perkampungan” karena rumahnya berkelompok-kelompok sekitar 2-3 rumah dalam jarak yang berjauhan. Sesekali kami berinteraksi dengan anak-anak kampung disini. Perlu jadi catatan, jika anda hendak mengambil foto mereka, maka sediakan Rupees yang cukup. Orang-orang disini, baik anak-anak ataupun orang tua akan meminta uang setelah anda mengambil gambar mereka. Ini jadi kenangan tersendiri bagi kami ketika kami mengambil gambar tanpa memberi uang, salah seorang teman dilempar batu oleh orang tua dari si anak yang menjadi objek foto.
Setelah kunjungan singkat keperkampungan, kami dibawa ke sebuah Oase. Oase ini menjadi sumber air bagi masyarakat dan hewan di gurun ini. Sayang, karena masih musim panas Oase ini kering. Hanya ada sedikit air berlumpur ditengah oase, itupun jadi rumah bagi ribuan kodok. Kami cukup lama disini. Menikmati sore di gurun berbatu yang hangat. Kami melanjutkan perjalanan ke sebuah tempat yang sangat menarik. Sebuah situs bersejarah, yaitu reruntuhan kota zaman dahulu. Sekarang kota itu hanya berbentuk reruntuhan susunan batu yang sudah rapuh. Tampak pola-pola rumah dan pemukiman yang cukup teratur. Di tempat ini kami juga punya cerita lucu. Kami sudah bersiap menuju start camel safari, 4 orang sudah masuk ke dalam Jeep. Namun teman saya Kekep masih belum terlihat. Kami mencari kesana-kemari sambil berteriak-teriak memanggil namanya. Tidak ada yang menjawab. Beberapa menit sudah berlalu. Tempat ini tidak terlalu luas, yang berarti pasti teriakan kami bisa di dengar. Semakin lama kami semakin panik. Saya sudah mulai berpikiran macam-macam. Saya hanya takut dia diserang binatang gurun, apalagi ini India, banyak Cobra-nya. Kami terus berpencar. Tidak lama si Kekep muncul dengan muka yang datar tidak bersalah. Lega, akhirnya orang ini kembali. Dia mengaku mendengar teriakan kami, namun tidak mau menjawab karena dia sedang “berburu” foto burung merak yang dia temui waktu itu. Jika dia menjawab, takutnya burung itu lari. Gubrraakk!!
Sepanjang perjalanan memang kami banyak melihat hewan-hewan yang hanya pernah saya lihat di Kebun Binatang. Kami melihat onta, merak, antelop dan binatang lainnya di habitat asli mereka. Menakjubkan!
Akhirnya sampailah kami di tempat memulai safari kami. Jeep kami berhenti. 5 ekor onta dan 3 orang pemandu sudah bersiap mengantar kami. Kami berpamitan dengan si supir Jeep dan berjanji akan bertemu keesokan harinya. Satu persatu kami mulai menaiki onta. Sekali lagi, ini pengalaman pertama saya naik onta , ditambah lagi dengan suasana ditengah gurun pasir nan panas. Wow! Tiga orang pemandu yang menemani kami telah mempersiapkan semuanya. Mulai dari makanan, air minum hingga kasur untuk tidur di gurun nanti. Onta mulai berjalan pelan. Awalnya saya sempat ngeri menaiki onta ini, bagaimana tidak, disaat onta lain belum jalan, onta saya sudah berjalan jauh meninggalkan empat onta lain. Itupun ke arah yang salah. Si pemandu segera mengendalikan onta saya. Oya, pemandunya ini tidak ikut naik ke onta, tapi dia berjalan kaki sambil memegang tali onta. Beuuh, apa tidak capek ya? Sore itu kami melihat sekelompok turis lain yang juga ikut camel safari, tapi mereka hanya ikut yang rute pendek sedangkan kami rute yang sedang. Kami mulai memasuki gurun yang “sebenarnya” gurun pasir halus yang luas dan panas. Undukan pasir yang membentuk panorama tersendiri memerah ketika matahari sore menerpa. Sesekali tiupan angin menerbangkan pasir-pasir halus itu. Dalam perjalanan, sesekali si onta disuruh berlari oleh si pemandu, jadinya pinggang dan (maaf) bokong kami jadi sakit. Onta berjalan pelan aja udah bikin pegal, apalagi dia berlari. Haha. Menjelang matahari terbenam, kami sampai di tempat peristirahatan lebih tepatnya tempat dimana kami akan menginap malam itu. Masih ditengah gurun, namun tanahnya cukup padat berbatu. Ada kerangka tembok setinggi 1,5 meter. Namun sayang kerangka rumah itu tidak boleh kami tumpangi karena punya orang lain kata si pemandu Untuk informasi saja, disini mataharinya terbenam sekitar pukul setangah 8 malam.
Kami beristirahat sebentar untuk sekedar memulihkan otot yang sudah pegal sejak menaiki si onta. Ketiga orang pemandu yang terdiri dari 1 orang tua dan 2 orang remaja segera mempersiapkan makan malam kami. Sambil menunggu, kami mulai berkeliling menaiki undukan-undukan pasir yang menakjubkan. Pasirnya halus dan sudah dingin. Sensasi yang luar biasa berjalan di gurun pasir sore itu. Langit sudah mulai gelap dan anginpun mulai bertiup kencang. Kami mencari tempat berlindung agar tidak terkena pasir yang beterbangan. Kami masuk saja ke kerangka rumah tanpa atap sambil mengambil kain tebal yang jadi alas tidur kami. Kami berlima sembunyi di dalam dengan ditutupi kain tersebut, sementara ketiga pemandu tetap saja memasak makan malam. Sekitar setengah jam berlalu, angin sudah mulai terkendali. Si pemandu memanggil kami untuk segera makan. Dari awal si pemandu itu memasak, saya sudah kehilangan selera makan. Bayangkan saja, pertama peralatan memasak yang digunakan hanya dicuci dengan pasir, bukan dengan air. Kedua, bahan-bahan yang akan dimasak, diaduk dengan tangan tanpa dicuci dulu, padahal dia habis memegang tali onta dan ontanya sendiri dari siang tadi. Karena ini India, makanan utamanya adalah Chappati (roti gandum mirip kulit martabak itu) yang cara membuatnya harus diaduk dan diratakan dengan tangan. Beuh...!
Ketiga, ini yang memaksa kami untuk tidak bisa memakan masakan si pemandu yaitu pasir. Karena baru saja ada badai pasir kecil, semua masakan yang ada jadi kriuk-kriuk. Kriuknya mengalahkan iklan-iklan mie instan di tv, haha. Untuk menghargai si pemandu, makanan yang sudah dibagi sebanyak orang yang ada itu tetap kami ambil. Kami berlima menjauh dari para pemandu itu. Satu-persatu makanan itu mulai lenyap ke dalam tanah. Kami menggali tanah dan membuang makanan-makanan itu. Maksudnya untuk menghargai si pemandu dan agar tidak kecewa karena makanannya tidak kami makan. Kami kembali dengan senyum sumringah. Si pemandu bertanya “good?” kami berlima menjawab “good...!’ ketika mereka menyuruh kami untuk menambah makanan, kami dengan cepat menolak, hahahaha. Malam itu akhirnya kami hanya makan pisang dan minum chai yang sudah disediakan. Tahan lapar tahan deh.... Pemandangan malam hari di gurun ini cukup mempesona. Angin bertiup lembut, kami berbaring di tanah beralaskan kasur tipis yang sudah kumal. Berbaring sambil memandang langit yang tidak begitu cerah malam itu. Iseng untuk merasakan sensasi biar “lebih India” kami memutar lagu India dari MP3 Player kami. Sambil menertawakan diri sendiri yang mendengar lagu jadul India, kami bercengkrama mengisi malam.
Sepertinya kami belum diizinkan untuk beristirahat malam itu. Tiba-tiba saja angin kembali bertiup kencang, pasir mulai beterbangan lagi, di langit sudah mulai tampak kilatan-kilatan petir. Pertanda buruk. Kami mencoba untuk terus bertahan dengan situasi yang kurang mengenakkan ini. Kami bertanya pada si pemandu apakah pada cuaca seperti ini aman untuk menginap di gurun. Si pemandu bilang ini pertanda akan turun hujan. Nah lho...! “Jika turun hujan bagaimana?” si pemandu menjawab kita akan mencoba pindah ke kampung penduduk terdekat. Tapi dia berusaha menahan kami untuk tetap stay di gurun malam itu mengingat jika kami pindah ke perkampungan dan bos mereka (pemilik tour) tahu maka gaji mereka akan dipotong.
Cuaca semakin buruk, akan bertiup semakin kencang. Kami berlima memaksa si pemandu membawa kami ke perkampungan terdekat. Namun dengan muka datar, dia masih berusaha menahan kami. Kami mulai membujuk dan membuat perjanjian, jika dia membawa kami pindah ke perkampungan kami menjamin bos nya tidak akan tahu dan kami akan bilang semua pelayanan si pemandu bagus. Dengan perjanjian seperti itu akhirnya kami segera berkemas. Semua barang sudah di susun di punguk onta. Dalam kegelapan gurun yang berangin kencang, barisan onta kami sudah berjalan dengan sigap. Perkampungan yang kami tuju cukup jauh sehingga si pemandu meminta untuk ikut naik ke onta dan menyuruh onta untuk berlari. Walaupun bikin pegel, namun sensasi yang kami rasakan juga tak kalah seru. Siapa sangka karena cuaca kami bisa mencoba camel safari malam hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya