Mohon tunggu...
Indra Budiman
Indra Budiman Mohon Tunggu... -

seseorang yang masih belum mengerti diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Melepas Penat di Batu Caves, KL

8 Februari 2012   04:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:55 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Batu Caves.  Salah satu target tempat yang harus saya kunjungi pada kesempatan kedua ke Malaysia. Sepulang dari India 11 Juli 2011 lalu, karena transit sekitar 24 jam, saya memutuskan untuk jalan-jalan seharian di Kuala Lumpur sebelum melanjutkan penerbangan ke Padang. Ada tiga tempat yang menjadi target saya kali ini. Batu Caves, naik Menara Kuala Lumpur dan melihat Twin Tower di malam hari. Alasan saya, pertama di batu caves terdapat patung murugan tertinggi di dunia, tepatnya di  Kuil  Sri Maha Mariamman Dhevasthanam. Kuil ini terletak di dalam gua batu kapur yang sangat besar di perbukitan. Untuk sampai ke kuil, kita harus menaiki 272 anak tangga. Kedua, saya ingin mencoba sensasi menaiki menara Kuala Lumpur yang lantainya bisa berputas 360 derajat dan melihat panorama kota KL dari ketinggian. Ketiga, memang sebelumnya saya pernah ke Twin Tower Suria KLCC, tapi di siang hari. Saya ingin melihat pijaran lampu-lampu menara di malam hari. Dari foto-foto yang saya lihat di internet, sepertinya sangat indah. Pesawat saya mendarat di LCTT KLIA, Kuala Lumpur pada pukul 5.30 pagi. Setelah perjalanan melelahkan selama 5 jam 30 menit dari New Delhi, saya sempatkan shalat subuh dulu di mushola bandara. Ada beberapa orang jamaah waktu itu. Saya beristirahat sejenak di mushola. Pakaian yang super tebal, 5 lapis celana dan 6 lapis baju yang saya pakai untuk mengurangi beban bagasi di Bandara Delhi akhirnya saya lepas. Setelah semua beres, saya bergerak keluar mencari angkutan untuk langsung menuju pusat kota. Karena masih pagi, saya mencoba peruntungan untuk mencoba naik ke Sky Bridge di Twin Tower. Dari informasi yang saya kumpulkan, untuk naik ke Sky Bridge, kita harus antri pagi-pagi sekali, karena tiket yang dijual sangat terbatas. Alhasil saya mencoba sesegera mungkin mencari bus untuk ke KL Sentral. Saya menunggu di tempat perhentian bus untuk menuju ke KLIA. Dari KLIA saya bisa naik kereta api cepat ke KL Sentral agar bisa mendapatkan tiket yang terbatas itu. Dari cerita teman-teman yang sudah kesana,  kalau bisa antri sebelum jam setengah delapan pagi. Saya lihat jam, masih jam 7 kurang. Bus yang saya tunggu tidak kunjung datang. Setelah bertanya-tanya dengan petugas bandara, taunya bus paling pagi ke KLIA adalah jam 7 pagi. Saya jadi deg-degan. Memilih naik kereta yang harus menunggu dulu jam 7 atau naik bus yang sudah ada  (Aero Bus) tapi memakan waktu yang lama untuk sampai ke KL Sentral. Dasar saya paling ga suka menunggu, akhirnya saya putuskan untuk naik Aero bus, meskipun saya tahu akan sampai lewat jam 8 pagi di KL Sentral. Dengan harap-harap cemas, saya duduk seiring bus melaju. KL Sentral. Tempat ini terasa akrab dan tidak asing lagi. Saya sudah tahu dimana tempat-tempat penting, seperti tempat penjualan tiket, toilet, mushola, money changer, tempat makan, toko buku dan lain-lain. Saya segera mencari tren (kereta) ke KLCC. Dengan  semangat menggebu-gebu saya segera naik kereta. Hanya tiga perhentian, kereta sudah sampai di KLCC. Saya berlari keluar untuk segera mencari loket antrian tiket ke Sky Bridge. Saya hanya menemukan satu pintu yang terbuka dari tower kembar ini. Pintu masuk untuk para karyawan yang akan bekerja di perkantoran yang menjadi ikon Malaysia ini.  Bingung adalah hal biasa, dan hal biasa lainnya adalah bertanya. Saya bertanya ke resepsionis yang sedang men-scan nametag para karyawan. Dia memberikan informasi dengan sangat bersahabat. Dengan mudah saya bisa mencerna petunjuk yang diberikan. Saya segera meluncur. (meskipun saya tahu kesempatan saya untuk naik ke Sky Bridge sangat kecil) Saya masih bersemangat untuk mencoba peruntungan. Benar saja,  loket penjualan tiket yang kecil dan di ruangan yang tidak terlalu besar itu sudah dipenuhi seratusan orang. Banyak turis, baik dari Asia maupun luar Asia. Saya melihat sekitar untuk beberapa detik dan langsung ikut di dalam antrian yang sudah meliuk-liuk. Tidak sampai satu menit saya antri, ada petugas yang memberi tahu bahwa jatah tiket untuk hari itu sudah habis. Kecewa yang sudah diprediksi. Berharap masih ada kesempatan, saya belum mau meninggalkan keramaian di loket itu. Sekali lagi saya melihat-lihat sekitar dan tak disangka saya bertemu dengan seseorang yang sangat familiar sepuluh hari belaka

ngan. Ardin, salah seorang teman baru yang menjadi partner dalam perjalanan di India. Dia sedang asyik sarapan dengan temannya. Saya menghampiri mereka. Dia juga sedikit kaget. Siapa sangka, kami yang sudah berpisah di New Delhi beberapa hari sebelumnya bertemu lagi di Kuala Lumpur. Ardin mengajak saya sarapan. Memang perut saya belum diisi dari subuh tadi, namun menu yang ada di list tidak membuat saya bernafsu. Ardin belum ada rencana  hari itu akan kemana saja di KL. Saya mengajak dia ke Batu caves, namun karena dia sudah pernah kesana, jadi dia tidak ingin ikut. Kami memutuskan untuk jalan sendiri-sendiri dan janji untuk bertemu di taman Twin Tower ini pada malam harinya. Kami jalan-jalan beberapa saat di taman KLCC sebelum akhirnya berpisah untuk “menunaikan” rencana masing-masing. Saya ke Batu Caves, Ardin dan temannya ke Pasar Seni. Dalam beberapa menit, saya sudah diatas kereta menuju ke KL sentral (lagi). Saya mencari tren untuk ke Batu Caves. Tiketnya Cuma 1 RM. Sekitar 2.800 rupiah. Lebih murah dari tiket kereta cepat yang saya naiki dari KLCC tadi. Setelah saya melihat kereta yang akan saya naiki, baru saya tahu alasan lebih murah. Bukan kereta cepat, hanya kereta komuter. Kereta biasa, namun masih bersih. Jalannya lebih lambat dari kereta ke KLCC. Tidak ingin banyak komentar, saya hanya menikmati setiap meter jalanan yang kami lalui. Pemandangan perumahan di kota KL ini sedikit menggambarkan bagaimana kehidupan mereka. Ada sekitar 7 stasiun yang dilewati sebelum akhirnya sampai di Batu Caves dan di setiap stasiun berhenti cukup lama untuk menunggu penumpang. Berbeda dengan kereta cepat (MRT).
Kereta berhenti.  Seluruh penumpang yang ada di kereta turun. Hanya ada beberapa orang penumpang saja. Kurang dari 20 orang. Saya berjalan pelan menikmati pemandangan sekitar. Ternyata keluar stasiun kecil ini, langsung “nyambung” ke pintu masuk kawasan Batu Caves. Wow! Saya kira masih jauh. Patung kera sakti yang sangat besar menyambut saya. Para pengunjung cukup excited dengan patung itu. Banyak yang foto-foto. Saya hanya mengabadikan dari kejauhan saja. Saya terus melangkah mencari patung murugan yang saya lihat di internet. Ada beberapa kuil di kawasan ini. Dari arsitekturnya mirip dengan bangunan-bangunan kuil di India dan gaya bangunan di China. Menarik. Sekitar 50 meter berjalan, akhirnya saya menemukan patung yang saya cari. Benar-benar tinggi. Berwarna kuning emas, patung ini sangat menarik perhatian. Saya langsung saja mengambil gambar. Di belakang patung terlihat anak tangga menuju ke goa batu kapur di atas bukit. Di sepanjang tangga, banyak monyet-monyet berkeliaran. Jika tidak waspada, siap-siap saja barang bawaan atau bahkan aksesoris kesayangan anda jadi koleksi si monyet  di hutan.  Tapi ada juga monyet yang jinak, mau diajak foto bareng.
Dengan ransel sekitar 12 Kg, munafik jika saya bilang tidak capek setelah menaiki ratusan anak tangga yang kemiringiannya cukup curam ini. Sesampai di pintu  goa, saya istirahat sejenak. Pemandangan dari ketinggian ini sangat menarik. Tampak dari kejauhan kesibukan kota Kuala Lumpur yang terus menggeliat. Saya terus menyusuri masuk ke dalam goa yang sangat besar ini. Banyak patung-patung dewa menghiasi dinding-dinding goa. Sebagian ada yang membentuk cerita  bersambung dari patung yang satu ke yang lain.
Di dalam goa juga terdapat dua buah kuil tempat pemujaan. Kebetulan pada saat itu ada beberapa orang India yang sedang sembahyang.  Goa ini sudah dijaga dengan baik, terbukti dengan bersih dan terawatnya semua yang ada di dalam goa. Puas melihat-lihat dan sekedar berfoto narsis, saya kembali turun ke area patung. Semakin siang, disini semakin rame. Turis yang datang tidak hanya lokal, justru sebagian besar adalah turis asing. Saya salut dengan Malaysia. Jadwal keberangkatan kereta komuter ternyata tidak setiap jam. Saya putuskan untuk segera kembali ke KL Sentral, karena jika saya melewatkan kereta yang jam 1 siang, maka saya harus menunggu kereta selanjutnya di sore hari atau mencari alternatif angkutan umum lain. Sebelum meinggalkan Batu Caves, saya sempatkan diri untuk meminta tolong salah seorang pengunjung untuk mengambil gambar saya. Kali ini, menggunakan keuntungan dari jaket Manchester United saya. Saya melihat seseorang juga menggunakan jaket berlogo MU, langsung saja saya mengajak dia ngobrol basa basi tentang  MU. Setelah itu baru deh “would you mind to take my picture???” sambil menyodorkan kamera saya. Alhasil, jeprat..jepret..!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun