Mohon tunggu...
Indra Andrianto
Indra Andrianto Mohon Tunggu... Guru - #MerawatIngat

Penulis Buku Kumpulan Opini #MerawatIngat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kata Baper Membuat Bercanda Seperti Tidak Ada Batasnya

11 Juli 2022   00:45 Diperbarui: 11 Juli 2022   01:03 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gak semua bercandaan kamu, lucu. Siapa sangka, yang kamu candaiin hatinya terluka akibat humormu? Alah gitu aja baper, bukan. Bukan masalah bapernya. Emang dasar kamu saja, yang tidak bisa menjaga perasaan orang lain. - Reza Aditya Gradianto

Siapa yang tidak pernah bercanda? tentu semua orang akan pernah bercanda dan bahkan mengalami rasanya jadi bahan candaan. Bercanda itu sangat menyenangkan selain menghilangkan rasa penat, meningkatkan mood, menghidupkan suasana, dan bercanda juga dapat meningkatkan keakraban ketika berkumpul bersama teman ataupun sahabat. Bercanda seperti suatu kesenangan masing-masing orang dalam setiap momen kebersamaan. Tapi perlu kita ketahui bahwa bercanda juga harus memiliki batasan. Jangan sampai disela-sela candaan  kita menyebabkan permusuhan yang menimbulkan perasaan sakit hati.

Namun perhari ini, Terkadang setiap candaan seperti tidak memiliki batasan. Coba pembaca amati, ketika diantara teman kita merasakan sakit hati atas suatu candaan yang dilakukan secara berlebihan oleh teman yang lain biasanya teman yang melontarkan candaan tersebut akan berlindung dibalik kata baperan “ah baperan lu, gitu aja marah”. Padahal bercandanya sudah sungguh keterlaluan dan tidak bisa dibenarkan. Bercanda yang keterlaluan biasanya menyinggung soal orang tua, agama dan kekurangan fisiknya seseorang, apakah semua itu dapat kita benarkan? Mengingat kejadian ini seringkali terjadi diantara pergaulan anak-anak muda jaman sekarang dan tidak sedikit yang menyebabkan permusuhan akibat gaya bercanda yang berlebihan. Seperti misalnya, “Balik saja kerahim ibumu” atau “Ibumu malu punya anak kamu” dan segala kalimat serupanya. Semenjak istilah baper populer dikalangan milenial, seringkali baper digunakan sebagai alat untuk beralibi ataupun berlindung dibalik cara bercanda yang sudah keterlaluan.

Pembaca pasti bersepakat bahwa bercanda ada batasnya, bahkan semua agama mengajarkan hal itu dengan kata lain bercanda jangan sampai kebablasan. Bisa jadi seperti apa yang telah disampailkan pada kutipan dalam pembuka paragraf tulisan ini. Bercanda tentu berbeda dengan sifat sabar dimana sabar itu tidak ada batasnya. Namun bercanda tentu ada batasnya, ada tiga hal yang perlu dihindari ketika bercanda dengan siapa saja. 

Pertama, jangan jadikan orang tua sebagai bahan candaan. Kedua, jangan jadikan agama sebagai bahan candaan. Ketiga, jangan jadikan kekurangan fisik seseorang sebagai bahan candaan untuk ditertawakan. Tiga hal tersebut merupakan hal yang sakral dan sensitif yang mampu melukai hati seseorang. 

Bahkan setiap ajaran agama pun tidak membenarkan cara bercanda yang berlebihan dengan tiga hal yang memang benar-benar harus dijaga martabat dan kehormatannya. Bahkan agama Islam tidak membenarkan bercanda yang berlebihan karena bercanda yang berlebihan dapat merendahkan martabat dan kehormatan sesama manusia apalagi candaan dijadikan suatu kebiasaan. Allah SWT berfirman, Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).” (QS Al-Hujurat [49] :11). Terkadang manusia lupa ketika saking asyiknya candaannya mengarah pada ranah mencela dan mencemooh orang yang diajak bercanda baik itu dalam keadaan sadar atas perkataannya ataupun tidak, namun hal tersebut bisa melukai hati sesamanya.

Kata baper tidak bisa kita jadikan alasan  untuk membenarkan cara bercanda yang berlebihan dari seseorang, ntah itu konteks bercanda maupun tidak bercanda sekalipun. Memang sih, ditengah keasyikan kita bercanda terkadang membuat seseorang lupa kendali sehingga ucapannya tanpa kontrol melibatkan agama, orang tua dan bahkan keadaan fisik seseorang. Tentu hal ini tidaklah dibenarkan dan bukan persoalan baperan atau tidak, namun hal tersebut hal yang sangat sakral dan sensitif untuk dijadikan bahan candaan. Agama dan orang tua sangatlah sakral dan memiliki martabat yang perlu kita jaga dan kita hormati, bukan sebagai ajang bahan lelucon dan bahan tertawaan hanya untuk menghadirkan tawa setiap tongkrongan, selanjutnya berkaitan dengan fisik seseorang yang terkadang juga jika kebablasan bercanda akan menjadi bahan candaan untuk bisa ditertawakan. 

Mungkin bagi sebagian orang yang suka bercanda menganggap hal tersebut biasa saja, tetapi kita tidak pernah tahu perasaan teman kita yang kita ajak bercanda, terlebih yang dicandain tentang tiga hal yang sudah saya katakan sebelumnya, bisa-bisa teman kita merasakan sakit hati dan kita yang menertawakan telah menyakitinya. Bercanda tentu sangatlah boleh, bahkan hidup jangan terlalu disikapi serius. Sesekali bercanda sebab dengan serius terkadang tidak selalu menyelesaikan masalah tapi bercandalah sewajarnya jangan sampai karena kata-kata dalam candaan kita membuat orang lain benci dan lebih parahnya lagi membuat kita hidup bermusuhan atas sikap kita yang keterlaluan dalam bercanda sesuai dengan kata pepatah “mulutmu adalah harimaumu”.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun