kopi dan sedang menjalani fase demam ngopi, pasti sudah tak asing dengan istilah Warkop atau Warung kopi. Dulu kopi tak sepopuler hari ini, sekarang baik perempuan maupun laki-laki semua pada suka pakai hastag #ngopiskuy atau bagi mereka dilingkaran manusia-manusia kritis khususnya kalangan aktivis seringkali memakai hastag #ngopiidealis (sambil ngasih captions aneh-aneh sesuai frame berpikir masing-masing).Â
Kalian yang suka minumApapun hastag tentang kopi yang jelas dihadapan kopi kita semua setara dan tidak perlu filosofi-filosofian. Sebab kopi itu hanya butuh kepastian kapan kamu menyeduhnya. - merawatingat
Saking populer dan trandingnya kopi dikalangan anak muda jaman kini (millenial), hingga aktivis kampus di singaraja yang notabane adalah mahasiswa memiliki suatu hal yang unik dan menarik dimana mereka menjadikan kopi sebagai iconic kajian yakni kajian Ngopi "Ngobrol Pintar" dengan tema yang telah disepakati. Sungguh kopi menjadi hal yang baik jika dilarikan pada konteks tersebut.
Seiring populernya kopi dan penikmat kopi juga makin subur dan menjamur, per hari ini konsep warkop banyak dialihkan ke kedai-kedai kopi modern dan sangat millenial banget dan beberapa saja warung kopi yang bertahan dengan jati dirinya. Â Dari segi harga tentu memiliki perbedaan, Â jika kita ngopi di Warkop harga kopi berkisar tiga ribu sampai empat ribu, jika kita ngopinya di kedai-kedai modern akan varian harga kopinya mulai dari tujuh ribu sampai ratusan ribu dengan berbagai sajian kopi dari berbagai daerah seperti Timika, Â Fak-fak, Â Flores, Tambora, Rinjani, Â Bali, Â Argopuro, Nias dan daerah-daerah lain di Indonesia. Â Namun, kopi tetaplah kopi yang lahir dari bumi Indonesia dan diakui oleh dunia bahwa kopi yang berasal dari Indonesia memiliki kualitas yang sangat baik. Tetapi perlu digaris bawahi, baik yang suka ngopi di warkop ataupun di kedai modern keduanya sama saja (sama-sama pecandu, sama-sama pecumbu), sebab mereka semua sama-sama menikmati kopi dan punya selera dalam kebahagian dan sensasi menikmati kopi yang dia seduh.
Pada tulisan ini tentunya tidak terlalu banyak  tentang dinamika apa yang didapat ketika kita ngopoinya di kedai kopi modern,  tapi fokus tulisan ini adalah dinamika tentang cakap-cakap di warkop yang menjadi buah pemikiran ide-ide liar dari si penikmat kopi.Â
Warkop dan lahirnya ide
Dalam ilmu filsafat, ide bisa disebut sebagai gagasan. biasanya ide merujuk pada gambaran suatu objek dan juga dapat menjadi suatu konsep abstrak.Â
Dalam sub tulisan ini, akan lebih menjelaskan pada pengalaman penulis selama sekian banyak hal yang didapat ketika ngopi di warung kopi (baik selama menempuh pendidikan kuliah sampai hari ini menjadi pekerja). Jadi begini, menjadi sebuah keanehan dimana ketika saya berada di warung kopi, Â gagasan-gagasan itu muncul lebih subur ketika berada di kelas kuliah maupun perpustakaan, mirip-mirip gejala intuisi yang tiba-tiba ada dan menjadi cikal-bakal menghasilkan suatu karya. Ntah karya itu berupa karya puisi ataupun tulisan-tulisan dalam bentuk lain di hadapan genangan kopi yang masih pekat yang dipesan untuk memuluskan nalar berpikir. Ketika seseorang duduk berjam-jam dalam kelas kuliah justru tidak satupun ide itu muncul sekalipun dibawah tuntutan SKS (tidak semua ya, tapi ada sebagian), namun ketika dalam keadaan ngopi justru ide-ide itu muncul ntah ide tersebut muncul karena realitas lingkungan yang kita lihat yakni orang-orang yang ngopi di warkop atau hal-hal lain yang menjadi objek dalam jam ngopinya.
Warung kopi kebanyakan menjadi tongkrongan masyarakat kelas menengah kebawah. Tapi jangan dianggap remeh karena di warung kopi keadaan dapat berubah layaknya lingkungan akademik yang dimana penulis sering mengamati interaksi sosial yang terjadi ada saja topik yang dibahas dan itu menarik serta aktual banget. ntah dalam konteks kebudayaan lokal, Â keadaan negara, Â kebiasaan masyarakat, dan sebagainya. Dan jangan salah juga, di warung kopi marak sekali obrolan politik loh, Â dimana kajian tersebut menjadi perbincangan bapak-bapak yang nongkrong disana. Â Nah dari sini penulis mengetahui tentang seberapa pengetahuan masyarakat yang nongkrong di warung kopi mengenal dan memahami tentang dinamika politik di daerahnya, apalagi kita baru saja melaksanakan Pemilu dan ceritanya masih belum kering (bertebaran baik berita isu maupun sudah fakta) semua itu didapat dari tehnik nguping menguping fenomena masyarakat yang sangat kompleks dan menarik jika dilarikan pada konteks Pendidikan Politik mereka sangat harang mendapatkannya. Dari nguping-menguping pembicaraan bapak-bapak di warung kopi dan juga karena setiap hari ketemu, ujung-ujungnya akan diajak untuk nimbrung dalam lingkaran diskusinya. Maklum, Â apalagi jika itu di lingkungan desa. Interaksi sosial secara langsung pasti mudah kita temui dan kita akan tertarik untuk terlibat. Â Dan kita akan semakin leluasa untuk mendalami gagasan dan pengetahuan kita tentang kondisi pola pikir masyarakat di warung kopi yang rata-rata adalah masyarakat kelas menengah kebawah. Ilmu pengetahuan itu bertebaran dimana-mana dan sungguh Tuhan jamin hal itu tinggal bagaimana ide-ide yang lahir dari akal itu dilatih untuk selalu produktif muncul. Terlepas itu di warung kopi ataupun dimana saja.Â
Cobalah keluar rumah, dan lihatlah akan banyak keajaiban yang perlu anda disyukuri. -- Ali Bin Abi ThalibÂ
Lagi-lagi memang menjadi suatu keanehan dan tidak hanya pada diri penulis namun pada beberapa teman yang juga mengalami hal yang serupa. Apa karena semua itu disebabkan suatu kejenuhan berpikir karena sedari kita kecil, belajar itu identik dengan sekolah dan didalam kelas (ada guru dan siswa). Dan ketika diluar sekolah arti belajar tentang ilmu pengetahuan hanya sebatas formalitas atau bisa jadi sunnah (boleh belajar boleh tidak). Dugaan penulis mungkin karena kita jenuh saja jika selalu ide itu lahir di dalam kelas, maka jangan salahkan jika ide-ide baik maupun ide nakal manusia itu juga lahir di warung kopi.Â