Mohon tunggu...
Indra Andrianto
Indra Andrianto Mohon Tunggu... Guru - #MerawatIngat

Penulis Buku Kumpulan Opini #MerawatIngat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cantiknya Mbak Saras Dewi hingga Petani Keren

15 Maret 2018   10:21 Diperbarui: 30 Oktober 2020   00:34 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berarti mereka telah kalah

Karena sejatinya mereka seperti membunuh

Ibunya sendiri

Sehebat apapun, Secerdas apapun, manusia mampu mengalahkan alam dengan merusak dan menyakitiya, tetap ia akan membawa dampak kerugian akan dirinya sendiri karena alam adalah nikmat dari Tuhan yang seakan-seakan kita dustai keberadaannya kualatlah kita dan musibah-musibah dari perlakuan alam akan segera tiba, layaknya carita malin kundang yang dikutuk ibu kandungnya karena sifat durhakanya.

Kasihan Petani, Petani Itu keren

Dalam sebuah lingkar diskusi apapun, banyak diantara kaum intelektual tak luput membahas soal keberadaan petani dan manfaatnya bagi sebuah negara. Hari ini kita sering mendengar di berita-berita televisi ataupun media yang tersaji dalam bentuk tulisan yang dimuat di koran, majalah, dan lain-lain bahwa Indonesia Mengimpor beras dari negara Thailand pada februari 2017 melebihi impor tertinggi negara Pakistan, sungguh hal tersebut seperti banyolan ngelantur alias ngawur yang tak mungkin jika kita melihat kondisi alam indonesia begitu agraris. S

ejak kecil duduk memakai seragam TK hingga di bangku kuliah tidak pernah mendengar diantara teman-teman kita bercita-cita ingin menjadi petani? Apa yang menyebabkan hal ini bisa terjadi ? mungkin saja kita selama ini menganggap bahwa Petani merupakan sebuah pekerjaan yang menjijikakkan berpanas-panasan, berlumuran lumpur di sawah hingga timbul pikiran apa yang dapat kita harapkan sebagai seorang petani untuk hidup di masa depan. Namun  jika dilihat dari jasa para petani tentulah memiliki peran yang besar dalam mensejahterahkan masyarakat khususnya di Indonesia sendiri.

Imam an-nawawi menambahkan bahwa pekerjaan seperti petani diposisikan terhormat karena memberikan menfaat yang sangat banyak bagi mahluk hidup lainnya. Pendapat ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Al-Wishaby yang menegaskan bertani adalah Fardhu kifayah. 

Kewajiban tersebut gugur jika telah dilaksanakan oleh sekelompok orang, bila tak ada satupun pihak yang melaksanakan tuntutan ini, sanksi dosa akan ditujukan pada setiap orang. Dari beberapa pendapat ini tentu menang merah yang dapat kita tarik ialah tentang faedah bertani tidak hanya sebatas untuk diri sendiri namun juga manusia lainnya, maka disinilah mulianya seorang petani. 

Namun jauh panggang dari api untuk generasi kita hari ini yang tak mampu menyentuh ranah itu untuk visi hidup di masa depan dengan bergelut memajukan dunia pertanian, jika kita lihat dewasa ini petani kita di Indonesia sudah banyak yang masuk pada kategori lanjut usia, mereka masuk pada kisaran rata-rata umur menginjak 45 tahun keatas, jarang kita temui pemuda dan pemudi yang mengelolah lahan pertanian untuk setidaknya membantu menjadi penyengat untuk semangat bertani di Indonesia, jika dikomparasikan dengan negara-negara maju seperti Korea Utara, China, Thailand dan negara-negara maju lainnya mereka sejak dini generasi mudanya sudah diperkenalkan dengan citra seorang petani, maka tak heran jika kualitas sistem pertanian mereka diatas lebih maju dan baik daripada kita semisal penggunaan tekhnologi hingga dukungan dan support pemerintah melalui Subsidi petani bahkan petani mereka rata-rata adalah berusia muda dan produktif sehingga mampu memanfaatkan tekhnologi pertanian.

Dewasa ini kebanyakan orang jadi seorang petani itu tidaklah keren, karena mereka tidak memakai dasi dan duduk bersila di atas kursi. Kadang kala menjadi anak yang orang tuanya berprofesi seorang petani bagi anak zaman sekarang sungguh memalukan. Mereka banyak yang berpura-pura menyembunyikan identitas kedua orang tuanya demi sebuah pengakuan dari teman-temannya. Ya, terkadang anak sekarang hanya bermimpi sesuatu yang tidak ada manfaatnya bagi masa depannya. Bukan berarti cita-cita kita itu tidak baik, namun selaku anak kita harus bisa menerima apa yang orang tua kerjakan. Seharusnya, kedua orang tua kita dijadikan sebuah pemicu semangat untuk bisa sukses , kalau perlu kita buang ideologi mereka yang menganggap kalau jadi petani itu tidak keren. Padahal para petani tidak hanya memikirkan nasib anak dan istri namun mereka juga memikirkan kapan harga padi atau sayuran yang di tanam akan bisa naik lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun