Tidak Salah dan dosa jika anak Bangsa berbuat untuk bangsanya sendiri, sekalipun darah dan nyawa dikorbankan, semua diniatkan lillahi ta'ala" --Sabarudin Indra Wijaya (Pengurus Besar HMI)
Arus westernisasi ternyata telah membuat budaya gotong royong milik Indonesia kian hari kian tergerus. Dalam kearifan budaya lokal (local wisdom), westernasi merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan suatu sosial-budaya suatu daerah, westernisasi juga mampu melakukan pergeseran dalam situasi sosial masyarakat dari baik menjadi buruk.
Indonesia dikenal dengan Negara-Bangsa yang kental dengan Sosial-Budayanya, ini sudah mengakar sejak lama. Harus disadari bahwa salah satu kearifan lokal bangsa kita adalah "Gotong Royong", merupakan nilai luhur milik bangsa Indonesia.
"Gotong royong pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama, amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagian semua" demikian sepenggal  pidato dari Ir. Soekarno untuk menjadikan gotong royong sebagai landasan semangat membangun bangsa yang disampaikan pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945.
Jika memaknai pernyataan dari Bung Karno, maka sudah jelas bahwa budaya gotong royong menjadi penting untuk terus kita pertahankan meskipun zaman terus berkembang. Mengapa hal demikian begitu penting? Karena gotong royong sendiri mampu memperkuat dan mempererat hubungan antar warga masyarakat dimana mereka berada bahkan dengan kerabatnya yang telah bertempat tinggal di tempat lain.
Artinya, gotong royong mampu memupuk rasa persatuan dan saling peduli antar warga yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, gotong royong juga dapat mempermudah suatu pekerjaan. Dahulu masyarakat Indonesia ketika melakukan pembangunan menggunakan sistem gotong royong.Satu comtoh yang dapat kita hayati, ketikamembangun sebuah jembatan dan Masjid, dimanakepala desa cukup memberi intruksi, dan seluruh warga di desa tersebut turun membuat jembatan dan Masjid dengan suka rela, semua serba cepat, mudah dan murah.
Satu contoh lagi, di lingkungan RT dan RW setiap hari Minggu atau libur masyarakat secara rutin membersihkan lingkungan desa, membersihkan makam, menerapkan pos ronda dengan sistem gotong royong dan asas kekeluargaan. Â Hingga Gotong royong sendiri dipandang sebagai budaya bangsa, Â hal ini juga yang membuat Indonesia dipuji oleh bangsa lain karena budayanya yang unik dan penuh toleransi antar sesama manusia.
ini juga merupakan salah faktor yang membuat Indonesia mampu bersatu dari Sabang sampai Merauke walaupun berbeda dari segi suku, agama, dan warna kulit. Namun saat ini sangat jarang melihat kegiatan gotong royong diterapkan di desa-desa apalagi di masyarakat kota yang sangat apatis dan individualis. Masyarakat disibukan dengan urusan pribadi yang cukup padat, semakin acuh dengan keadaan sosial sekitarnya, padahal keadaan ini bisa saya mempengaruhinya setiap saat.
Tidak bermaksud mempermasalahkan yang mungkin ini dipandang tidak penting lagi oleh masyarakat kita, namun ini sangat meresahkan untuk masa depan bangsa Indonedia di masa mendatang.Pemerintah dan lembaga formal seperti sekolah-sekolah diharapkan mampu menanamkan dan membangkitkan kembali nilai-nilai gotong royong baik pada kepada generasi muda maupun masyarakat secara umum.
Jangan sampai budaya gotong royong ini kian memudar tergerus oleh zaman dan arus westernisasi. Jangan sampai pula ke depannya budaya gotong royong ini akhirnya menjadi asing bagi masyarakat Indonesia sendiri. Mumpung belum semakin parah tidak ada kata terlambat untuk perubahan, demi NKRI yang telah diamanahkan Tuhan pada Bangsa Indonesia.