Mohon tunggu...
INDRA WAHYU A. BAGAN
INDRA WAHYU A. BAGAN Mohon Tunggu... -

Tertarik pada hukum, ekonomi dan lingkungan...

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

ketika presiden adalah sebuah takdir

29 Agustus 2015   20:37 Diperbarui: 29 Agustus 2015   20:37 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Walau sudah berlalu, dikotomi massa saat pilpres tak dipungkiri masih hangat hingga saat ini.  Damapak nyata dari dikotomi idola adalah jika presiden yang menang pemilihan melakukan kesalahan atau keadaan negara yang tidak sesuai dengan janji, maka pendukung calon yang kalah akan menghujat, mengkritik habis habisan. 

Mungkin diantara pembaca sekalian ada yang setuju dengan pernyataan diatas. Namun coba jika dipikirkan lebih jauh. Keberadaan kritik dan hujatan merupakan wujud demokrasi dan kebebasan berpendapat bukan? Toh sejak zaman orde lama hingga sby, kritik tetap saja muncul. Lalu mengapa kritik dan hujatan yang dilakukan kpd presiden jokowi dirasa hanya diperbuat oleh pendukung prabowo? Ya, karena kali ini lebih mudah dituding  sbg wujud kekecewaan atas kekalahan dan hanya ada 1 golongan yang kalah. 

Ketika kaum pengkritik dan penghujat itu mensematkan kisruh rupiah, kisruh buruh dan kisruh bendera bendera pki adalah sebab dari presiden yang tidak tegas, dengan menuduh para voters jokowi adalah dalang dari semua ini. Dan yakin bahwa jika nomor 1 yang terpilih maka masalah ini tidak akan terjadi.

Lain ladang lain ilalang. Pepatah itu tepat kiranya untuk menjawab tudingan para oposisi. Mengapa? Karena lain pemimpin maka yang akan dihadapi akan berbeda pula, sesuai manajemen dan kemampuannya dalam menilai dan menyikapi keadaan suatu negara. Jika nomor 1 yang terpilih bisa jadi masalah lain yg tidak muncul di era nomor 2 akan muncul. 

Dalam pilihan ini maka sebagai individu yang beragama, tentu kiranya percaya akan takdir. Bagaimana sesuatu telah dirancang dan dipastikan oleh Tuhan bahwa manusia yang dikenakan takdir demikian akan sanggup menghadapinya. Lalu apa manfaat dari kesusahan dan kebahagiaan yang di rasakan bangsa indonesia sekarang?

Tidak lain tidak bukan adalah untuk mengambil hikmah, untuk mengambil pelajaran. Pepatah menegaskan pengalaman adalah guru terbaik. Guru yang akan langsung memberikan cambuk kepada yang merasakan. pengalaman kita sebagai bangsa yang pernah dijajah oleh orang barat, sudah memberi bekas di sanubari bahwa sesuatu yg berasal dri luar negeri, orang kulit putih, Hanya akan merugikan bangsa dan negara. Bahkan lembaga sosial yang bergerak di dalam negeri sekalipun juga terkena kecurigaan ini.

Niat baik dari sosok takdir ini harus dapat di mengerti dan disikapi. Kita belajar bagaimana menilai presiden tidak hanya karena sejarahnya. Kebersihan sejarah tidak pula menjamin masa depan yang cerah. Begitupun sebaliknya. Bagimana janji janji manis yang menggunakanpemanis buatan adalah tidak baik untuk kesehatan bangsa negara dan masyarakat. 

Pada suatu kesempatan ketika sedang mengobrol dengan seorang voters jokowi. "Bagaimana pak, menyesal tidak memilih jokowi?" Dia menjawab bahwa tiada penyesalan dalam dirinya. Menurut bapak itu "jokowi jadi presiden itu sudah jadi pertanda alam. Mau saya pilih atau tidak dia tetap jadi presiden". 

Jadi apa yang dapat diupayakan sekarang? Berusaha dan Berdoa.

Ayo kerja, dengan tujuan. Bukan tanpa tujuan seperti sapi yang tidak tahu buat apa dia berjalan di sawah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun