Gas elpiji 3 kilogram merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang telah disubsidi oleh pemerintah. Namun belakangan ini, gas elpiji yang tabungnya berwarna hijau tersebut sulit didapatkan.
Di daerah kami hampir tiap hari warga seliweran membawa tabung gas kosong, seperti berburu saja. Mereka mencari depo-depo atau distributor gas dari kampung satu ke kampung lainnya demi mendapatkan gas Elpiji bersubsidi yang dikenal juga dengan sebutan elpiji melon. Hasilnya sering kali nihil, mereka pulang ke rumah membawa tabung yang sama dan masih kosong. Di daerah lain sebagaimana foto yang beredar di dunia maya, nampak antrian warga sambil menenteng tabung gas berwarna hijau, fenomena apakah ini?
Pernah suatu kali Saya bertemu dengan seorang warga yang berhasil mendapatkan gas melon, kemudian Saya sedikit berbincang dengannya tentang gas melon yang baru saja dibelinya itu. Menurut pengakuannya, dia mendapatkan bahan bakar tersebut dari desa tetangga, namun yang mengejutkan adalah harganya lebih mahal dari biasa. Karena dia sangat membutuhkan, akhirnya dibeli juga meskipun harganya selangit. Orang tersebut adalah seorang ibu penjual nasi uduk yang biasa mangkal tiap pagi di depan rumahnya.
Bersamaan dengan kelangkaan gas elpiji 3 kilogram bersubsidi, rupanya Pertamina (Persero) saat ini tengah melakukan uji pasar atas gas produk baru Pertamina yang dinamakan Bright Gas, yakni gas elpiji 3 kilogram nonsubsidi, warna tabungnya Pink (merah muda), sama dengan Bright Gas 5,5 kilogram namun harga jual di pasaran masih dirahasiakan karena masih dalam tahap uji pasar. Menurut kabar angin, uji pasar tersebut telah dilakukan sejak November 2017 hingga Maret 2018 mendatang.
Akibat dari kelangkaan gas melon dan uji pasar Bright Gas 3 Kilogram yang nyaris bersamaan itu, akhirnya menimbulkan berbagai opini masyarakat. Bahkan beredar isu bahwa pemerintah akan menarik gas melon yang selama ini digunakan, kabarnya sih akan diganti dengan gas elpiji 3 kilogram nonsubsidi merk Bright Gas yang saat ini sedang diuji-pasarkan.
Pada hari Jum'at yang lalu Saya baca berita online di Kompas.com berjudul "Bright Gas 3 Kilogram Nonsubsidi Sasar Masyarakat Mampu". Setelah membacanya, dari situlah Saya tahu bahwa uji pasar tersebut bukan upaya untuk menggantikan elpiji melon yang diperuntukkan bagi rakyat miskin seperti tertulis pada badan tabung. Hal ini disampaikan oleh Arya, nama lengkapnya Arya Dwi Putri yang menjabat sebagai External Communication Manager PT Pertamina.
Pikiran Saya terbang ke masa lalu, coba mengingat masa-masa konversi minyak tanah ke gas. Seingat saya, dulu pada waktu konversi dari minyak tanah ke gas, memang benar elpiji melon diperuntukkan hanya bagi orang miskin, sedangkan untuk orang yang mampu atau kaya, dianjurkan menggunakan gas elpiji 12 kilogram tabung yang berwarna biru. Rupanya yang terjadi selama ini distribusi gas elpiji 3 kilogram bersubsidi tidak tepat sasaran, ini berlangsung sangat lama. Orang-orang yang tidak miskin banyak yang membeli elpiji melon.
Yang menjadi permasalahan adalah kategori miskin itu sendiri, sebetulnya orang miskin zaman now itu batas tertingginya di mana sehingga dia masih bisa disebut orang miskin ?. Lalu Orang tidak miskin itu limit terendahnya pada titik apa, sehingga orang itu berhak mendapatkan predikat tidak miskin ?pada kenyataannya banyak sekali orang yang ingin disebut miskin manakala ada bermacam-macam bantuan dari pemerintah, termasuk gas elpiji bersubsidi.
Kriteria orang miskin Saya kira untuk saat ini telah mengalami pergeseran, pemerintah perlu menyusun ulang batasan-batasan miskin. Orang seperti apa yang bisa disebut miskin? yang punya motor, televisi, handphone masih bisa disebut miskin atau tidak?
Fenomena gas langka ini menjadi tanda tanya sekaligus derita bagi rakyat miskin. Boleh saja berinovasi, menciptakan sesuatu atau dalam hal ini gas elpiji bagi orang yang tidak miskin, kemudian melakukan uji pasar dan seterusnya dan seterusnya. Tapi hendaknya perhatikan juga imbasnya terhadap orang miskin. Mereka menjerit karena situasi ini, apalagi jika ada unsur kesengajaan menimbun elpiji melon demi mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, ini jelas suatu kejahatan. Mudah-mudahan tidak demikian !
Stakeholder terkait harus bisa memberikan klarifikasi yang jelas agar menjadi terang benderang, sehingga rakyat tidak bingung. Elpiji melon langka pada saat uji pasar sedang berlangsung, ada maksud apa di balik semua ini ?