Produk tembakau alternatif dihadirkan untuk mengurangi angka perokok di Indonesia, salah satunya yaitu tembakau yang dipanaskan. Produk ini merupakan inovasi dari pengembangan teknologi di industri tembakau yang bertujuan untuk membantu perokok dewasa agar bisa beralih pada produk yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah.
Tembakau yang dipanaskan berbeda dengan rokok elektrik yang menggunakan ekstraksi tembakau berbentuk cairan atau liquid. Cairan dari rokok elektrik ini memiliki varian rasa, sedangkan tembakau yang dipanaskan hanya tesedia dengan cita rasa tembakau asli.
Tembakau yang dipanaskan diinovasikan untuk para pengguna nikotin dengan risiko yang lebih rendah dibanding dengan mengonsumsi rokok. Produk tembakau yang dipanaskan ini jelas menggunakan tembakau asli.
Produk tembakau alternatif dinilai bisa menjadi salah satu opsi guna menurunkan angka prevalensi perokok. Hal ini mengacu pada cara Inggris dan Jepang dalam menurunkan angka perokok melalui pemanfaatan tembakau alternatif yang dinilai lebih rendah risiko.
Lembaga eksekutif Departemen Kesehatan Inggris, Public Health England (PHE), dalam Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018 menyebutkan tembakau alternatif, semisal tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik, memiliki risiko yang lebih rendah hingga 95 persen daripada rokok konvensional yang dibakar dan menghasilkan residu asap (TAR).
Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO) Dimas Syailendra mengatakan, pemerintah masih belum benar-benar terbuka dalam mempertimbangkan kajian yang ada serta bukti implementasi di negara lain. Padahal, hasil penelitian menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif seperti: rokok elektrik atau vape, produk tembakau yang dipanaskan, dan snus memiliki potensi besar untuk mengurangi risiko akibat konsumsi produk tembakau.
"Kita berharap pemerintah bisa lebih membuka diri dalam mempertimbangkan kajian dan bukti yang ada agar keinginan kita bersama untuk menekan dampak atau bahaya akibat konsumsi produk tembakau ini bisa diwujudkan," ujar Dimas.
Lebih lanjut, ia berharap hasil-hasil penelitian terkait tembakau alternatif bisa diinformasikan kepada masyarakat sebagai rujukan untuk mempertimbangkan opsi tersebut.
"Pengetahuan masyarakat tentang produk tembakau alternatif masih minim, mereka belum tahu tentang konsep pengurangan risiko tembakau. Jadi hasil penelitian ilmiah yang dari dalam dan luar negeri harus digaungkan secara terus-menerus baik oleh lembaga pemerintah dan akademisi supaya tidak kalah dengan distorsi yang mengatakan bahwa produk ini sama berbahayanya dengan rokok," tegasnya.
Oleh karena itu, kehadiran produk tembakau alternatif sebaiknya disikapi dengan mencari tahu lebih jauh kajian ilmiah dan profil risiko produknya, mengkaji bukti yang ada seperti keberhasilan implementasinya di negara lain, dan membuat aturan yang proporsional serta adil demi menghindari potensi penyalahgunaan sehingga mendapatkan manfaat maksimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H