Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

"Mencintai Tak Harus Memiliki", Pepatah Patah Hati yang Terpatahkan

21 Juni 2021   13:20 Diperbarui: 22 Juni 2021   13:30 1367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah berpikir untuk memutuskan hubungan dengan seseorang, tetapi ingin memberikan kesan baik dan pemakluman. Harapan ke depan masih ada kesempatan untuk sekedar menyapa dan bersilaturahmi. Pepatah yang pasti terbersit adalah "mencintai tak harus memiliki." 

Dapat juga digunakan untuk menghibur diri dan mengamankan nama baik. Misalnya saat seseorang yang kita usahakan menjadi pasangan, ternyata tidak menyambut kasih sayang sesuai harapan.

Pepatah ini juga berlaku untuk proses perpisahan, karena situasi dan kondisi tertentu. Terhalang restu orangtua dan keluarga besar, berbeda keyakinan, atau sekadar bosan. 

Lebih parah, pelaku ghosting biasanya dengan mudah menggunakan pepatah ini untuk menjamin kehadirannya di lain waktu. 

Pepatah populer yang lazim diucapkan dan dituliskan dalam penutup surat cinta di masa lalu, kini mungkin biasa dijumpai di media pesan singkat dan digital bahkan di media sosial. Hiburan bagi mereka yang menyukai konten tentang kegetiran hidup orang lain.

Berbeda dengan "rumput tetangga selalu lebih hijau", pepatah yang memerlukan pemahaman berpikir untuk menemukan makna tersirat. 

Bila tetangga kanan kiri ternyata tak menanam rumput, apakah rumput itu merujuk pada suami atau istri tetangga yang lebih menarik? Padahal bisa saja merujuk pada ukuran kebahagiaan atau kepemilikan.

Tentu, selain masih relevan dengan situasi dan kondisi di masa kini, "mencintai tak harus memiliki" lebih mudah dimengerti tanpa harus berpikir keras. 

Mulai dari anak usia belasan tahun yang baru mengalami puber. Bahkan orangtua umur kepala lima yang sudah mengalami puber berkali-kali. Menggunakan pepatah tersebut sebatas urusan asmara. 

Namun bila ditelaah lebih dalam, apakah benar pepatah tersebut bermakna sesederhana itu? Bukankah peribahasa atau pepatah mempunyai makna tersirat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun