Gatot, seorang tokoh masyarakat, tengah berbicara di dalam warung kopi milik Bude Lasmi. Ia menghimbau warga, tidak lagi mendekati bangunan bekas pabrik gula tersebut.Â
"Sudah cukup dua warga kita jadi korban arwah gentayangan! ra usah coba-coba ambil besi di sana, ra usah ambil rumput dekat-dekat gedung itu lagi," ucapnya.Â
"Sepakat! Lha wong, Mbah Kakung saya pernah diketawain kuntilanak di situ," seru salah seorang warga.
Genap seratus tahun sejak tragedi kematian pemilik pabrik, berhembus desas-desus bahwa arwah gentayangan itu tengah menuntut balas. Warga desa percaya, arwah Meneer Philip Devrijk tak tenang karena misteri kematiannya tak pernah terungkap.
Meskipun Pakde Harso buru-buru membantah kabar burung yang beredar di masyarakat. Namun sebelum kematian dua warga desa di lokasi itu terpecahkan, akan sia-sia memberikan pengertian pada warga.Â
"Siapa yang tega melakukan ini?"
Pakde Harso yakin, jika peristiwa yang terjadi tidak ada hubungannya dengan fenomena mistis. Di depan bangunan pabrik tua itu ia berdiri, dan membayangkan peristiwa yang dialami oleh Karyono, Saiful dan Tanto.Â
Bau amis darah, sesekali masih tercium di lokasi. Namun, tak ada ceceran darah atau petunjuk apapun di sana.Â
Gemericik gerimis, sisa dari hujan deras selama dua hari yang belum reda, membuatnya urung masuk lebih dalam ke area pabrik. Ia menatap kosong pada sebuah ruangan yang tertutup puing-puing bata disekitarnya.
"Pak lurah, hasil penyelidikan kasus sudah keluar. Sore ini, kami undang bapak ke kantor Polres Kedung Selo," suara AKBP Teddy terdengar dari ujung telepon.Â
Di dalam sebuah ruangan kantor Polres, Pakde Harso tengah berbincang dengan AKBP Teddy. Terlihat mereka terlihat begitu serius, membolak-balik laporan hasil investigasi, hasil autopsi dan beberapa lembar foto di dalam map berwarna merah.Â
"Kasus ini, erat kaitannya dengan beberapa kasus pencurian sapi dan kerbau di desa sebelah. Namun, belum ada tersangka yang teridentifikasi," ungkap AKBP Teddy.