LIMA ekor sapi, tengah makan di padang rumput. Di bukit hijau nan indah, di tepi sungai nan jernih. Berpayung awan-awan putih selembut kapas. Hamparan kabut, turun ke pedesaan. Mencair di atap-atap berlumut dan halaman rumah berhiaskan bunga-bunga.Â
Gembala menghibur diri dengan bermain seruling bambu. Disiram hangat mentari di bawah pohon rindang. Hingga, keceriaan anak-anak desa, terdengar dari arah sungai.Â
"Hari yang indah untuk berenang."
Sapi-sapi diarahkan menuju sungai. Gembala berpikir, mereka butuh minum setelah kenyang makan rumput. Sementara, ia mulai berendam di sungai jernih. "Aih, nikmatnya."
Seorang anak bertanya pada gembala, "Kang, milik siapa sapi-sapi itu? bolehkah kami memandikan mereka di sungai?"Â
"Itu milikku, silahkan saja mandikan."
Gembala melihat anak-anak bermain di sungai, sambil memandikan sapi-sapi. Hingga, anak-anak desa selesai bermain. Dengan membawa ikan, mereka berlarian untuk pulang.Â
Tinggallah seorang anak, ia termenung di tepi sungai. Ia selesai meletakan bubu kosong ke dalam sungai. Menatap sendu ke arah aliran sungai yang menerjang bebatuan.Â
"Kenapa kamu belum pulang? teman-temanmu sudah pulang, bukan?" tanya Gembala.Â
"Bubu milikku belum terisi ikan. Jika aku pulang, mau makan apa?" jawab Si Anak.Â
"Di rumah, orang tuamu pasti menunggu. Siapa tahu, ibumu sedang memasak ikan," ucap Gembala.Â