ILMUWAN jenius, Albert Einstein pernah berkata, "saya tidak pernah menemukan penemuan saya melalui proses berpikir rasional."Â
Tentu saja, kalimat tersebut terlontar berdasarkan kenyataan di masa lalu. Namun, masih relevan di masa kini.Â
Kadangkala, proses berpikir panjang dan rumit dibutuhkan untuk mencari solusi terbaik dan sederhana. Dan kita, hanya perlu memilih cara yang sesuai.
Memikirkan sesuatu secara berlebihan, zaman sekarang disebut overthinking. Benarkah selalu berakibat buruk?Â
Tentu, ada benarnya. Apapun yang dilakukan secara berlebihan, dapat berakibat buruk. Makan dan minum, secara berlebihan akan menimbulkan efek negatif.Â
Namun, apakah itu berlaku untuk berpikir?
Sedikit cerita mengenai overthinking akibat trauma masa kecil. Adalah David Warren, penemu black box (padahal warnanya oranye). Mungkin secara tak sadar, membawa trauma masa kecil ke dalam pekerjaan saat dewasa. Kala dihadapkan pada penyelidikan kasus kecelakaan pesawat, yang beliau tangani di tahun 1953.
Kecelakaan serupa, merenggut nyawa sang ayah pada tahun 1934. Beliau, berpikir keras untuk memudahkan analisis penyebab kecelakaan pesawat di masa depan. Maka, terciptalah black box. Perekam data penebangan dan suara di kokpit yang dapat berfungsi, meski pesawat mengalami kerusakan fatal.Â
Hal-hal mudah dan sederhana di masa kini, adalah hasil dari pemikiran rumit yang disederhanakan di masa lalu. Bukti, bahwa overthinking tak selalu berakibat negatif.
Mari kita telaah, tak perlu berpikir terlalu rasional untuk sesuatu yang rumit dan tidak mampu diletakan pada frasa "masa bodoh." Namun, pikirkan cara yang menyenangkan untuk melewatinya.
Berbahagialah jika kamu termasuk orang yang overthinking. Memacu kinerja otak, untuk mencari solusi terbaik. Hanya perlu menambahkan satu hal. Yaitu, "nothing to lose." (Aduh, bisa dijewer "polisi bahasa" Khrisna Pabichara bila terlalu kemingris)
Mari kita ganti istilah nothing to lose dengan padanan kata tulus. Lebih mudah dipahami dengan bahasa Indonesia.Â
Bila sebagian kita merasa overthinking. Baik itu perihal pekerjaan, kehidupan pribadi atau sesuatu yang terjadi di luar kendali kita. Maka, jalan keluar terbaik adalah menjadi tulus. Hapus pemahaman yang bersifat transaksi, kepura-puraan dan ketakutan. Maka, solusi terbaik akan mengalir sesuai kinerja otak dan tingkat kecerdasan.Â
Dalam dunia kerja, overthinking kerap dituding sebagai penyebab stres. Padahal jika dapat diatasi dengan baik, hal itu dapat memberikan manfaat. Berikut, tiga manfaat overthinking bagi karyawan.
Bekerja lebih teliti dan bertanggung jawab
Overthinking pada karyawan, kerap dialami oleh karyawan yang mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab besar terhadap perusahaan. Masalah sepele dengan urgensi rendah, akan dipikirkan berlebihan.Â
Sisi baiknya adalah tingkat ketelitian dalam bekerja menjadi lebih tinggi. Dorongan untuk mencari sumber pengetahuan di bidang kerja akan bertambah. Dalam proses berpikir, integritas kamu terhadap perusahaan akan terbentuk.
Bagaimana bisa? Kita kehilangan waktu istirahat dan makan untuk berpikir mengejar deadline, targe,t dan kendala. Bisa lemas, sakit atau stres.Â
Nah, bukan itu yang harus dipikirkan berlebihan. Ingatlah, pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan bukan untuk direnungkan. Lalu sadari, kamu tidak bekerja sendiri dan perusahaan adalah sebuah organisasi.
Perangkat terbaik dalam dunia kerja adalah ISO (Organisasi Internasional untuk Standarisasi) yang komprehensif mengatur aktivitas perusahaan terkait mutu organisasi.Â
Lebih sederhana memahami ISO, yaitu dengan mencatat apa yang kamu kerjakan dan mengerjakan apa yang kamu catat. Dan dari catatan tersebut kita mengetahui, apa yang kita dapat lakukan untuk menuntaskan deadline, target, dan pilihan mengatasi kendala.Â
Berpikir hanya untuk pilihan solusi, pada kendala yang telah kamu uraikan dalam catatan. Lemparkan ke dalam rapat, lalu mulailah berbagi beban pikiran.Â
Keputusan terbaik, adalah keputusan yang disepakati dan dilaksanakan bersama. Dan karyawan overthinking, biasanya menjadi pemicu dan penentu keputusan tersebut.Â
Bekerja lebih kreatif dan visioner.
Konsep JIT (Just In Time) di Jepang dan Lean Manufacturing di USA, dimulai dari sebuah ide kreatif dan visioner sederhana bernama sistem Kanban. Taiichi Ohno, adalah orang pertama yang menerapkan sistem "papan tanda" pada industri manufaktur di tahun 1954.
Tentu, sistem tersebut tidak lahir dari pemikiran biasa saja. Beliau mengawali dengan mengidentifikasi kendala yang merugikan perusahaan dan dituangkan pada "Seven Kinds of Waste (Muda)." Maka, dibuatlah sistem Kanban sebagai solusi.
Tangga karier dimulai dari supervisor lantai bengkel, kemudian menduduki jabatan direktur pada tahun 1959. Berkat prestasi, menghentikan praktik-praktik pemborosan di perusahaan automotif bernama Toyota.
Untuk karyawan yang overthinking, kehilangan pena bisa jadi masalah besar. Terlebih kehilangan laba perusahaan. Dorongan untuk berinovasi, memaksa kamu berpikir lebih kreatif. Dan referensi bacaan yang beragam, akan membuat kamu lebih visioner.Â
Mudah bergaul dalam lingkungan kerja
Eric Emerson Schmidt, karyawan yang menciptakan lingkungan kerja cozy di Googleplex. Beliau, bukanlah pendiri perusahaan teknologi pencarian terbesar di dunia tersebut. Bergabung di tahun 2001 dan menjadi tokoh penting di balik kejayaan Google.
Bagaimana bisa, beliau memberikan fasilitas detail dan receh hanya untuk mempermudah karyawan mencukur rambut, layanan laundry, dan fasilitas kebugaran di kantor. Tentu saja, melalui pemikiran yang mendalam dan rumit. Berhasil? tentu saja.
Karyawan overthinking, mungkin tidak punya waktu untuk menghabiskan jam makan siang di luar kantor. Kadang, ide muncul saat perut sudah mulai lapar. Membawa bekal makan siang dari rumah, atau menggunakan jasa ojol bisa menjadi pertimbangan.Â
Namun, mereka lebih peka terhadap situasi dan kondisi lingkungan kerja. Menjadi tempat bertanya yang solutif dan terkesan serba tahu permasalahan. Karena kerap memikirkan segala hal secara mendalam, membuatnya kaya akan pengetahuan, dan obrolan akan terasa lebih klik.
Tidak perlu muluk-muluk untuk dapat menciptakan sebuah penemuan besar, hanya karena kamu memikirkan sesuatu secara berlebihan.Â
Merasakan kepuasan setelah melewati proses berpikir panjang, adalah sebuah prestasi. Maka, mulailah mencatat dari sekarang. Biarkan beban pikiran, teratasi dengan cara yang menyenangkan.Â
**
Referensi:
- Kompas.com
- Wikipedia
- artandculture.google
Indra Rahadian /21.03.2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H