Hei..
Membias wajahmu dalam ingatanku
hampir lupa betul mengingat kelakarmu dalam tulisan
tak penting bagaimana kau punya tampang
membaca dua tiga puisimu sepanjang jalan
susah hati pun ku tersenyum.
Dideras masa dikoyak sepi..
senja ataukah fajar sama rasanya
digelas kaca atau dalam botol whiskey
ditengah-tengah badai hampa maknanya
kenyataan lebih memabukkan dari tuak
dan mimpi seperti angin lalu.
Hei..
Mata merahmu masihkah bisa melihat
jiwa yang bersemayam dalam catatan kini berhamburan berlarat-larat
tak penting kemana biduk itu kau bawa berlayar
pada dermaga keabadian dia bersandar
pedih perih pun dibawa lari.
Setiap kata yang diucapkan terbata-bata..
Menyala dalam aksara menembus kepala
berganti kertas dengan layar dalam genggam sama tertanam
Pena dimakna jari menari menari
Mungkin kau yang memulai semua ini menjadi.
Sepertinya tak akan ada cerita.. puisi yang tertinggal oleh jaman.
Chairil !?
Indra Rahadian
Batam, Oktober 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI